Setan Jalanan dan Alamatnya, Umumkan di Media Massa
Oleh
CHRIS PUDJIASTUTI
·2 menit baca
Di Jakarta, selain Jalan MH Thamrin dan Jenderal Sudirman, sekitar Jalan Imam Bonjol, Sutan Syahrir, Taman Suropati, dan kawasan Blok M juga menjadi sirkuit liar. Di Medan ada di Jalan Surakarta, Bandung, Sutomo, dan Bundaran Sudirman. Adapun di Manado di Jalan Sam Ratulangi. Mobil yang digunakan mobil dinas. Sejumlah pebalap adalah anak pejabat dan perwira tinggi ABRI (sekarang TNI/Polri). Mereka merasa kebal hukum dan tak peduli peraturan lalu lintas.
Para pebalap liar itu umumnya tak memiliki surat izin mengemudi (SIM). Mereka yang tertangkap petugas keamanan dibawa ke kantor polisi atau kodim setempat beserta kendaraannya. Orangtua dipanggil dan diminta mengawasi kegiatan anaknya. Sekitar 40 persen adalah anak-anak perwira menengah dan tinggi ABRI. Bila kembali mengebut, diberi dua alternatif, yakni masuk pendidikan militer atau rumah tahanan anak nakal di Tangerang. Kendaraan dinas yang digunakan, seperti Holden, Mazda, VW, dan Jeep, ditarik dari tangan orangtua dan dikembalikan ke instansi masing-masing. Dianggap telah merugikan negara, orangtua mereka tak lagi diberi mobil dinas.
Di Jakarta, tahun 1967, tercatat 127 kecelakaan dengan beberapa korban jiwa akibat kebut-kebutan. Di Semarang, misalnya, lebih dari 10 pengebut harus berurusan dengan pengadilan dan dijatuhi hukuman badan. Di Bandung, pengebut dijatuhi hukuman 25 hari kurungan. Kendaraan mereka tidak dikembalikan. Tahun 1976, di Silang Monas, dalam sehari petugas menangkap 33 pengebut bersepeda motor dan 7 bermobil. Para kepala sekolah pun dilibatkan dalam masalah ini dengan memberikan sanksi skorsing sampai dikeluarkan dari sekolah.
Agar pengebut jera, otoritas keamanan mengumumkan nama mereka, nama orangtua dan jabatan atau pangkatnya, serta alamat tempat tinggalnya, lewat media massa. Dengan demikian, muncul sanksi sosial yang membuat anak muda itu jera.