Belajar dari Pemilik Toko Roti Legendaris Orion, Solo
Oleh
·2 menit baca
SOLO, KOMPAS — Biografi Purwohadi Sanjoto, pemilik toko roti legendaris Orion, Solo, Jawa Tengah, menyimpan kisah menarik yang bisa dipetik sebagai pelajaran hidup. Tidak hanya soal kewirausahaan, tetapi juga soal nilai-nilai kemanusiaan.
Sosok Sanjoto yang juga seorang kolektor lukisan tersebut ditulis Bre Redana dalam buku berjudul Karmacinta, Biografi Sanjoto Senyatanya. Buku setebal 188 halaman tersebut diterbitkan Kepustakaan Populer Gramedia (KPG).
”Setelah mempunyai kewenangan khusus mengelola Toko Roti Orion, yang dipikirkan (Sanjoto) adalah bagaimana melakukan inovasi. Kalau dalam bahasa teori ekonomi Joseph Schumpeter, ini melakukan destruksi kreatif,” ujar Hendrawan Supratikno, anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, pada diskusi buku Karmacinta, Biografi Sanjoto Senyatanya” dalam rangkaian acara peresmian gedung Orion di Solo, Sabtu (7/4/2018).
Menurut Hendrawan, yang juga Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, seperti ditulis dalam buku biografi ini, empat tahun setelah mewarisi usaha Toko Roti Orion dari orangtuanya pada 1974, Sanjoto berinvestasi oven seharga Rp 25 juta pada 1978. Langkah berani Sanjoto membeli oven yang mahal ketika itu dikomentari orang lain, yang berpendapat lebih baik uang sebesar itu dimasukkan ke bank sehingga sudah bisa hidup dari bunga bank.
Sanjoto juga menerapkan strategi merek guna mengukuhkan merek Orion, antara lain berpromosi dan mendaftarkan hak paten. Ketika orang lain belum banyak memikirkan manajemen merek, Sanjoto sudah menerapkannya sejak lama. ”Langkah itu penting karena, seperti kita ketahui, harga sebuah merek lebih mahal dari sebuah pabrik,” kata Hendrawan.
Tak pernah menyerah
Menurut Hendrawan, sebagai wirausaha, Sanjoto cekatan melihat peluang, berani, dan tidak pernah menyerah. Namun, Sanjoto tidak memiliki sifat tega sebagai salah satu prasyarat untuk menjadi pebisnis besar atau seorang konglomerat. Sebaliknya, dalam berbisnis, Sanjoto lebih mengedepankan nurani dan memiliki pegangan hidup. Kejujuran lebih penting daripada keberuntungan atau hoki. ”Pak Sanjoto juga menekankan persahabatan dan kesetiakawanan,” katanya.
Ada kisah menarik dalam biografi Sanjoto. Salah satu mantan karyawan roti Orion yang berhenti bekerja karena pensiun kemudian mengalami gangguan kejiwaan karena merasa hidupnya tidak lagi bermakna. Sanjoto menerima karyawan itu bekerja kembali agar memiliki harga diri lagi.
”Inilah sosok ideal dari seorang wirausaha mampu mengalirkan naluri bisnis mencari keuntungan dan nurani. Masukkan hati dalam bisnismu, dan masukkan bisnis dalam hatimu,” kata Hendrawan yang mengapresiasi buku Karmacinta, Biografi Sanjoto Senyatanya ditulis tidak secara kaku, tetapi mengalir layaknya musik jazz.
Apresiasi serupa dilontarkan oleh Arswendo Atmowiloto, yang juga pembicara selain Hendrawan. (RWN)