SEMARANG, KOMPAS – Makin banyaknya alih fungsi lahan di Provinsi Jawa Tengah, mendorong Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jawa Tengah, melakukan revisi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 6 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah provinsi Jawa Tengah. Perda RTRW yang ada dinilai kerap tidak ditaati sehingga jumlah lahan yang mestinya bisa dipertahankan peruntukannya semakin menyusut drastis. Untuk itu, DPRD telah membentuk tim Panitia Khusus beranggotakan 10 anggota legislatif.
Ketua Tim Panitia Khusus (Pansus) Rencana Tata Ruang Wilayah DPRD Jawa Tengah, Abdul Azis, Senin (9/4/2018) mengemukakan, tujuan diadakannya revisi RTRW suaya terwujud ruang wilayah yang berdaya saing. Berbasis pertanian, industri, dan pariwisata dengan memperhatikan kelsetarian alam, serta pemerataan pembangunan.
Dia menyebutkan, empat hal peruntukan lahan yang tidak lagi sesuai fungsinya. Kondisi ini harus segera disikapi, supaya alih fungsi lahan tidak semakin menyebabkan kerusakan lingkungan dan alam. Beberapa hal yang berubah dalam rancangan RTRW, misalnya, peruntukan kawasan perlindungan daerah resapan yang di aturan lama seluas 398,053 hektar kini tercatat hanya tinggal 19,561 hektar.
Kemudian, kawasan sekitar danau semula 20.397 hektar (ha) menjadi 16.732 ha. Kawasan peruntukan industri semula 33.413 ha kini hanya 10.549 ha. Kawasan taman hutan raya semula 713 ha menjadi hanya seluas 250 ha. Kawasan bentang alam karst dari semula luasnya 41.361 ha kini hanya 36.748 ha.
“Fungsi perda itu ternyata ada juga positifnya, yakni penambahan kawasan untuk pertanian lahan basah dari 918.116 ha menjadi 1.181.393 ha. Kawasan lahan kering dari 701.644 ha meluas sekitar 862.649 ha, “ kata Gus Azis, panggilan akrab Abdul Azis.
Anggota tim Pansus lainnya, Hadi Santoso mengatakan, ada tiga fokus utama revisi RTRW Jateng 2009-2029 itu yakni mengenai batasan kawasan pertambangan, kemudian kawasan perindustrian dan perubahan alih fungsi lahan untuk kepentingan perumahan (properti). Kawasan pertambangan akan dilakukan kajian mendalam, supaya di kemudian hari tidak lagi terjadi konflik kepentingan pertanian, permukiman penduduk dengan kegiatan penambangan besar berbasis industri.