Sekitar 1.000 Warga Tembagapura Kehilangan Akses Kesehatan dan Pendidikan
Oleh
Fabio Costa
·2 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS - Sekitar 1.000 warga di enam kampung di Distrik Tembagapura, Kabupaten Mimika, Papua, kehilangan akses terhadap layanan kesehatan dan pendidikan akibat konflik yang ditimbulkan kelompok kriminal bersenjata.
Kondisi itu menyusul dibakarnya rumah sakit serta sekolah dasar dan SMP di Kampung Banti, Tembagapura, pada Maret lalu. Padahal, fasilitas tersebut merupakan satu-satunya yang selama ini melayani kesehatan dan pendidikan warga di kampung-kampung itu.
Hal ini diungkapkan Kepala Kepolisian Daerah Papua Inspektur Jenderal Boy Rafli Amar, saat ditemui di Jayapura, Senin (9/4/2018). Boy menuturkan, tak adanya kedua fasilitas tersebut menyebabkan warga harus berjalan kaki sejauh 3 kilometer ke pusat Distrik Tembagapura untuk mendapatkan layanan kesehatan.
"Dari hasil penyelidikan tim laboratorium forensik, rumah sakit, SD, dan SMP di Banti tak dapat digunakan lagi karena banyak fasilitas di dalamnya sudah hangus terbakar," ujar Boy.
Boy mengatakan, banyak warga yang telah mengungsikan anak-anaknya ke Timika, ibu kota Kabupaten Mimika, agar bisa mendapatkan pendidikan di sekolah.
"Saat ini situasi keamanan di enam kampung di Tembagapura telah berangsur pulih. Kami bersama pihak TNI masih berupaya mengejar anggota kelompok itu," kata Boy.
Ia menambahkan, Polda Papua dan TNI akan membangun pos pengamanan di sejumlah kampung untuk memantau pergerakan kelompok tersebut.
"Tujuan mereka menebar teror di Tembagapura selama ini karena ingin menguasai perusahaan milik PT Freeport Indonesia. Kami akan menggelar patroli secara rutin di kampung-kampung tersebut," kata Boy.
Sebelumnya, kontak senjata antara kelompok kriminal bersenjata dan pihak TNI menewaskan Prajurit Satu Vicky Rumpaisum pada 1 April 2018. Sebanyak 17 rumah warga juga dibakar.
Pelaksana Tugas Kepala Perwakilan Komnas HAM Papua Frits Ramandey mengimbau agar konflik antara kedua pihak jangan merugikan masyarakat setempat. "Negara harus hadir di sana untuk menghentikan konflik berkepanjangan ini," katanya.
Dari catatan Kompas, konflik antara aparat keamanan dan kelompok kriminal bersenjata yang berlangsung sejak 21 Oktober 2017 hingga kini telah menewaskan tiga aparat keamanan, yakni dua anggota Brigade Mobil Polri dan satu anggota TNI.
Selain itu, tujuh aparat keamanan dari satuan Brimob Polda Papua dan lima warga sipil juga mengalami luka-luka akibat terkena tembakan.