BANDAR LAMPUNG, KOMPAS Dinas Kehutanan Provinsi Lampung dan Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan wilayah Sumatera menyita 63 gelondong kayu sonokeling yang diduga hasil pembalakan liar Register 22 Way Waya, Kabupaten Lampung Tengah, Lampung. Petugas juga menangkap 12 terduga pelaku pembalakan.
Para tersangka yang ditangkap, yakni IS, IM, SUM, ME, PU, TM, dan EK, berperan sebagai penebang pohon. Tiga tersangka, yakni HK, RD, dan AS, berperan mengangkut kayu dari dalam hutan dengan menggunakan sepeda motor. Adapun dua tersangka lainnya, yakni EM dan JP, merupakan pemberi modal dan penampung kayu ilegal tersebut.
Para tersangka ditangkap saat sedang menebang dan mengangkut kayu dari dalam kawasan hutan. Mereka bukan warga dari sekitar Register 22, tetapi warga Pringsewu dan Tanggamus.
”Sindikat sudah terorganisasi. Setiap orang sudah memiliki peran masing-masing, mulai dari mencari kayu, menebang pohon, mengangkut kayu, hingga memberi modal,” kata Kepala Dinas Kehutanan Lampung Syaiful saat ekspose kasus, Selasa (10/4/2018).
Petugas juga menyita satu mobil truk, satu mobil minibus, dua sepeda motor, dan gergaji tangan. Gergaji tangan sengaja digunakan agar tidak menimbulkan suara bising untuk menghindari kecurigaan petugas. Mereka beroperasi pada malam dan dini hari menjelang waktu libur akhir pekan.
Kepada petugas, EM mengaku memberi modal awal Rp 5 juta untuk operasionalisasi penebangan kayu. EM lalu menghubungi JP untuk mencari eksekutor di lapangan. Setelah ditebang, kayu diangkut menggunakan sepeda motor, kemudian dipindahkan ke truk. Diduga kayu hasil pembalakan liar itu akan dijual kepada penampung di wilayah Jawa.
Sebelumnya, polisi kehutanan juga menyita sebuah truk yang berisi 40 gelondong kayu jenis sonokeling di Kecamatan Sendang Agung, Lampung Tengah, pada Selasa (3/4) dini hari. Kayu tersebut diduga hasil pembalakan liar di kawasan hutan lindung Register 22, Lampung Tengah. Namun, pelaku melarikan diri.
Kepala Seksi Konservasi Wilayah III Lampung Balai Konservasi Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu Teguh Ismail mengatakan, pengangkutan kayu sonokeling perlu disertai surat izin angkut yang dikeluarkan oleh BKSDA.
Tutup pabrik
Di Sumatera Selatan, Tim Balai Penegakan Hukum Seksi Wilayah III Sumatera Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menutup pabrik pengolahan kayu ilegal di Desa Kepayang, Kecamatan Bayung Lencir, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. Penutupan itu dilakukan karena pabrik diduga mengolah kayu dari hasil penebangan liar. Dua pelaku ditahan, yakni DD, pemilik pabrik, dan operator penggergajian kayu gelondongan berinisial NP.
Kepala Seksi III Balai Penegakan Hukum Wilayah Sumatera Dodi Kurniawan menuturkan, penangkapan terjadi saat operasi penertiban 6 April-9 April. Ditemukan sebuah pabrik pengolahan kayu yang dioperasikan DD dan NP di malam hari.
Mesin pengolahan kayu, parang, linggis, buku nota jual beli, telepon genggam, dan sembilan batang kayu yang siap diolah disita. ”Kayu itu hanya sebagai sampel. Sebenarnya puluhan kayu lagi masih tersisa. Hanya saja, kapal pengangkut barang bukti sudah penuh,” ujar Dodi.
Dari hasil pemeriksaan sementara, lanjut Dodi, kayu tersebut diduga hasil penebangan liar di kawasan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi Lalan. Kemudian, kayu dialirkan melalui sungai untuk diangkut di tepian dan diolah. Fakta ini juga didukung dari laporan masyarakat dan hasil laporan intelijen sejak dua bulan lalu.
Dodi menduga kegiatan ilegal di Hutan Produksi Lalan terorganisasi. Kemungkinan pelaku sudah menempatkan mata-mata sehingga mereka melarikan diri saat petugas hendak melakukan operasi. Untuk menyembunyikan kayu ilegal, biasanya kayu itu ditenggelamkan sementara ke dasar sungai agar tidak dapat terdeteksi petugas.
Direktur Eksekutif Walhi Sumatera Selatan Hadi Jatmiko mengatakan, pihaknya berharap adanya tindakan tegas terhadap oknum petugas yang diduga turut serta dalam aktivitas ilegal tersebut. (VIO/RAM)