Mobil Wagub NTT dengan Dua Pelat Nomor Terbakar Saat Kampanye
KUPANG, KOMPAS — Mobil dinas yang digunakan Wakil Gubernur Nusa Tenggara Timur Beny Litelnoni, yang juga calon Wakil Gubernur NTT periode 2018-2023, terbakar saat kampanye di Timor Tengah Selatan.
Mobil itu memiliki nomor polisi DH 5 dasar warna merah dan DH 1980 BL dasar warna hitam. Saat kampanye dan terbakar di jalan, mobil itu menggunakan pelat nomor polisi DH 1980 BL. Banwaslu NTT dan Panwaslu Timor Tengah Selatan sedang menyelidiki status mobil itu.
Juru bicara Badan Pengawas Pemilihan Umum NTT Jemris Fontuna di Kupang, Jumat (13/4/2018), mengatakan, mobil Toyota Fortuner keluaran tahun 2013 yang terbakar pada Kamis (12/4) pukul 11.30 di Kampung Linhenuh Desa Kakan, Kecamatan Kuanfatu, Kabupaten Timor Tengah Selatan.
Mobil dikemudikan Rudi Maulino, membawa rombongan calon Wakil Gubernur nomor urut 3, yakni Beny Litelnoni, Sekretaris Partai Demokrat Ferdi Leu, dan Wakil Ketua DPC Partai Demokrat Timor Tengah Selatan Simon Lionokas. Mereka berangkat dari Soe menuju Desa Kakan sejauh 45 kilometer.
”Dalam perjalanan setelah menempuh sekitar 40 km, mobil itu terbakar, tepatnya di Kampung Linhenuh. Mengapa mobil itu bisa terbakar, sedang dalam proses penyidikan polisi,” kata Jemris.
Namun, Bawaslu NTT akan menurunkan tim bersama Panwaslu Timor Tengah Selatan untuk menyelidiki, apakah mobil Toyota Fortuner dengan nomor polisi DH 1980 BL itu betul mobil dinas atau bukan.
Penyelidikan sedang berlangsung. Informasi beredar di media sosial dan masyarakat bahwa mobil yang terbakar itu adalah mobil dinas dengan nomor polisi DH 5 setiap hari digunakan sebagai mobil operasional Wakil Gubernur NTT dalam menjalankan tugas sebagai wakil gubernur.
Jika itu mobil dinas, Banwaslu segera mengambil tindakan lebih lanjut. Semua orang, termasuk pasangan calon gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, sudah paham. Selama masa kampanye tidak boleh menggunakan fasilitas pemerintah untuk berkampanye, termasuk mobil dinas.
Penelitian terhadap mobil dinas ini selain melibatkan Panwaslu Timor Tengah Selatan juga pihak lain, termasuk aparat kepolisian. Tidak ada pihak yang diistimewakan dalam kasus penyelidikan penggunaan fasilitas negara untuk kepentingan kampanye.
Kepala Biro Umum Sekretariat Daerah NTT Zakarias Moruk mengatakan, mobil Toyota Fortuner DH 1980 BL berpelat hitam itu milik Wakil Gubernur NTT Beny Litelnoni. Enam bulan sebelum selesai masa jabatan, Beny telah mengajukan proses pemutihan mobil itu menjadi milik pribadi sehingga mobil yang sebelumnya memiliki nomor polisi Dh 5 telah beralih menjadi DH 1980 BL.
”Nopol DH 1980 BL itu dikeluarkan Polda NTT. SK pemutihan itu sudah dibuat Biro Umum, tetapi belum diserahkan kepada Pak Wakil Gubernur,” kata Moruk.
Ia mengatakan, meski sudah beralih status menjadi mobil pribadi, pemerintah provinsi belum menggantikan mobil dinas baru bagi wakil gubernur karena sisa masa jabatannya hanya enam bulan terhitung sejak SK pemutihan diterbitkan.
Dengan demikian, dalam urusan dinas wakil gubernur masih menggunakan pelat DH 5. Dalam urusan pribadi (keluarga), ia menggunakan pelat nomor pribadi, DH 1980 BL, termasuk dalam kampanye.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Nusa Cendana, Kupang, Johanes Tuba Helan, mengatakan, selama ini ada praktik pemberian semacam hadiah kepada pejabat yang mau mengakhiri masa jabatan, seperti mobil dan rumah dinas. Namun, penghargaan itu diberikan pada akhir masa jabatan, termasuk kendaraan dinas.
”Kalau orang itu masih menjabat dan menggunakan kendaraan itu, tidak dibenarkan penyerahan kendaraan yang diputihkan itu dilakukan lebih awal atau enam bulan sebelum masa jabatan selesai. SK pemutihan boleh diterbitkan enam bulan sebelum akhir masa jabatan, tetapi penyerahan harusnya dilakukan akhir masa jabatan,” katanya.
Ia membenarkan, ada peraturan khusus memungkinkan seorang pejabat menggunakan dua nomor pelat kendaraan, yakni dinas dan pribadi. Namun, itu khusus bagi pejabat berisiko, seperti pejabat BIN, pejabat narkoba. Gubernur, bupati, dan wali kota, apalagi kepala dinas, mereka tidak berhak menggunakan dua pelat nomor untuk satu kendaraan.
Namun, di NTT hampir semua pejabat memiliki dua pelat nomor kendaraan, satu pelat merah dan satu lagi pelat hitam. Artinya, polisi begitu mudah menerbitkan dua pelat nomor polisi untuk satu kendaraan dinas. Kedisiplinan polisi dalam menerbitkan dokumen negara pun perlu ditertibkan.
”Tadi ada polisi dari Timor Tengah Selatan telepon menanyakan hal itu. Saya jawab, sebelum masa jabatan itu berakhir, pejabat bersangkutan tidak boleh menggunakan pelat nomor pribadi. Satu kendaraan dinas tidak boleh memiliki dua pelat nomor polisi. Selama pejabat itu masih menjabat, kendaraan itu masih berstatus sebagai kendaraan dinas,” kata Tuba Helan.