SIDOARJO, KOMPAS - Biaya promosi yang tinggi untuk membuka jaringan pasar baru di luar negeri menjadi tantangan berat bagi pelaku industri kerajinan tas dan koper di sentra produksi Kecamatan Tanggulangin, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Hal itu pun menjadi kendala dalam upaya melakukan ekspansi pasar ke negara-negara di Eropa dan Afrika tahun ini.
Hal itu disampaikan Ketua Koperasi Industri Tas dan Koper Tanggulangin (Intako) Ainurrofik, Minggu (15/4/2018). Kebijakan pemerintah pusat memperluas kerja sama di bidang ekonomi dengan Afrika tahun ini sebenarnya menjadi momentum mempromosikan produk-produk unggulan nasional skala industri besar dan industri rumahan.
”Namun, momentum itu belum bisa dimanfaatkan oleh perajin kecil meski potensi pasar industri tas dan koper Tanggulangin di Afrika sangat terbuka. Jumlah penduduk di sana besar dan taraf ekonomi masyarakatnya berkembang,” ujar Ainurrofik.
Dari sisi produksi, perajin optimistis mampu bersaing dengan produsen dari negara lain karena karakter konsumen di negara-negara Afrika menyukai produk massal dan tidak banyak meminta hal-hal yang bersifat khusus atau eksklusif. Mereka juga kurang memperhatikan detail produk seperti negara-negara di Eropa. Hal tersebut memudahkan produsen untuk memenuhi permintaan pesanan.
Perajin tas dan koper di Tanggulangin, lanjut Rofik, sudah menjajaki kerja sama dengan importir dari negara-negara di Afrika. Namun, perajin minim pengalaman bisnis sehingga muncul keraguan. Apalagi, komunikasi kedua pihak dilakukan tanpa tatap muka atau lebih banyak melalui media sosial.
Pemerintah daerah dan pemerintah pusat sebenarnya telah berupaya memfasilitasi pelaku industri kecil mempromosikan produknya ke luar negeri melalui sejumlah pameran berskala internasional. Namun, fasilitas itu belum dimanfaatkan optimal karena pemerintah hanya menggratiskan biaya stan atau lokasi pameran.
”Biaya akomodasi peserta pameran, seperti tiket pesawat, penginapan selama berada di luar negeri, dan biaya transportasi lokal, tidak disubsidi. Termasuk juga biaya pengiriman produk-produk yang akan dipamerkan, semua ditanggung penuh oleh pelaku industri,” kata Ainurrofik.
Total biaya yang diperlukan untuk sekali mengikuti pameran di luar negeri cukup tinggi, yakni mencapai puluhan juta hingga ratusan juta, disesuaikan dengan nilai tukar rupiah di negara tujuan dan lama waktu pameran. Tingginya biaya promosi di luar negeri tersebut membebani pelaku industri kecil karena modal usaha mereka terbatas.
Cari terobosan
Selain itu, hasilnya juga tidak bisa langsung dipetik karena tujuannya bukan menjual produk langsung kepada konsumen atau pengunjung pameran, melainkan menjaring mitra bisnis untuk kerja sama dalam jangka panjang. Perajin berharap pemerintah menyubsidi biaya akomodasi peserta dan produk yang dipamerkan. Mungkin bisa bekerja sama antara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota.
Upaya lain yang dilakukan perajin adalah mencari terobosan promosi murah melalui kerja sama dengan Pemerintah Kota Jinan, ibu kota Provinsi Shandong, China, dalam program sister city (kota kembar). Pemerintah Kota Jinan berjanji menyediakan tempat khusus untuk memamerkan produk Tanggulangin agar lebih dikenal di pasar internasional.
”Jinan berpenduduk 6 juta jiwa. Selain itu, ada 14 juta orang berkunjung ke Jinan setiap tahun. Hal tersebut merupakan potensi pasar yang bagus,” ujar Vice District Mayor of Huaiyin District Jinan Zhou Jing saat memimpin rombongan delegasi berkunjung ke Sidoarjo, Jumat.
Jinan telah bekerja sama dengan Sidoarjo pada 2012-2017. Pada tahun ini, kerja sama
ditajamkan di bidang ekonomi, salah satunya dengan industri kulit Tanggulangin yang menghasilkan produk tas, koper, dan sepatu. Produk-produk ini merupakan handmade karena perajin hanya menggunakan mesin jahit untuk menunjang kegiatan produksinya.
Wakil Bupati Sidoarjo Nur Achmad Syaifuddin mengatakan, pihaknya berharap Pemerintah Kota Jinan segera merealisasikan rencana mempromosikan produk tas dan koper perajin Tanggulangin agar semakin mendunia. (NIK)