SEMARANG, KOMPAS Potensi rajungan di pesisir Kabupaten Demak, Jawa Tengah, terancam maraknya penggunaan alat tangkap tak ramah lingkungan jenis arad. Hasil tangkapan nelayan empat tahun terakhir merosot hingga 75 persen. Sikap tegas pemerintah pusat dibutuhkan agar sumber daya perikanan lestari.
Berdasar pantauan Kompas, Senin (16/4/2018), penggunaan arad di antaranya dilakukan di Desa Betahwalang, Kecamatan Bonang, Demak. Sebagian nelayan sempat beralih dari arad ke bubu yang ramah lingkungan. Namun, polemik yang berujung diperbolehkannya kembali jaring cantrang memengaruhi nelayan rajungan. Mereka kembali memakai arad.
Penggunaan bubu dilakukan dengan diceburkan ke laut, lalu dibiarkan hingga rajungan masuk perangkap. Selanjutnya, bubu diangkat. Adapun arad digunakan dengan cara menebar jaring, lalu ditarik oleh perahu yang melaju. Bubu milik nelayan yang sedang diceburkan terkadang tertarik oleh arad milik nelayan lain.
Kepala Desa Betahwalang Khoirul Umam mengatakan, potensi yang dimiliki para nelayan Betahwalang saat paceklik 2 ton rajungan per hari, sedangkan saat ramai bisa 5 ton per hari. Jumlah nelayan yang menggunakan bubu sekitar 400 nelayan, yang memakai arad sekitar 200 nelayan.
Makin berkurang
Umam menambahkan, sebelumnya, nelayan bubu mendapat 15-20 kilogram rajungan sekali melaut. ”Namun, 3-4 tahun terakhir semakin berkurang. Sekarang, mendapat 5 kg saja sudah bagus. Kami terus sampaikan kepada yang menggunakan arad bahwa alat tangkap ramah lingkungan untuk kepentingan jangka panjang. Untuk kehidupan anak cucu,” katanya.
Nurcholis (36), nelayan asal Betahwalang yang menggunakan arad, mengaku hasil tangkapannya 50 persen lebih bagus ketimbang bubu. Dengan arad, dia juga bisa menangkap udang. ”Selain itu, sulit mencari rekan kerja jika pakai bubu karena minimal harus dua orang, sedangkan arad sendiri pun bisa,” ucapnya.
Walau begitu, dia sadar dengan arad sejumlah sumber daya laut ikut terbawa karena jaring ditarik sambil kapal melaju. Namun, dia belum siap beralih karena arad jauh lebih menguntungkan.
Kepala Bidang Perikanan Tangkap dan Kelautan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Demak Mohammad Sulchan mengatakan, rajungan merupakan salah satu produk unggulan Demak. Pada 2015, produksi rajungan Demak mencapai 720 ton. Produksi terbanyak dari Desa Betahwalang, disusul Timbulsloko dan Bedono, Kecamatan Sayung.
”Karena tidak ada kepastian, nelayan yang sudah beralih ke alat yang dianjurkan pemerintah (bubu) kembali ke arad. Sebab, seperti cantrang, mereka merasa masih boleh menggunakan arad. Kami berharap peraturan segera dilaksanakan dan tidak ada tarik ulur lagi,” kata Sulchan.
Dia menambahkan, pelestarian sumber daya perikanan di Desa Betahlawang penting. Terlebih, rajungan selama ini diekspor ke Amerika Serikat melalui perusahaan eksportir di Kabupaten Rembang.
Sulchan berharap Betahwalang menjadi sentra pengelolaan dan pengolahan rajungan. ”Ke depan, kami akan membangun pusat pendaratan rajungan,” ucapnya. (DIT)