YOGYAKARTA, KOMPAS - PT Angkasa Pura I segera melayangkan surat peringatan ketiga kepada warga yang masih tinggal di dalam yang ada di area pembangunan bandar udara di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Setelah surat peringatan ketiga diberikan, mereka akan mengambil tindakan tegas.
”Surat peringatan ketiga akan diberikan pada tanggal 25 April 2018. Setelah itu, kami akan melakukan tindakan tegas dan terukur untuk mengosongkan lahan,” kata juru bicara proyek Bandara Internasional Yogyakarta Baru PT Angkasa Pura I, Agus Pandu Purnama, seusai rapat dengan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah DIY, Jumat (20/4/2018), di Yogyakarta.
Pembangunan bandara Kulon Progo termasuk proyek strategis nasional yang dicanangkan pemerintah. Bandara yang dibangun di Temon, Kulon Progo, itu nantinya akan menggantikan Bandara Internasional Adisutjipto di Kabupaten Sleman, DIY.
Pada 29 Maret 2018, Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) DIY menyatakan, proses pengadaan tanah untuk pembangunan bandara di Kulon Progo telah selesai. Luas lahan bandara 581,57 hektar, terdiri atas 3.492 bidang di lima desa di Kecamatan Temon. Total dana pengadaan tanah Rp 4,1 triliun.
Meski proses pengadaan tanah dinyatakan selesai, hingga sekarang masih ada ratusan warga yang tinggal di rumah-rumah yang ada di areal pembangunan bandara Kulon Progo. Mereka ini menolak pembangunan bandara Kulon Progo.
Agus mengatakan, PT Angkasa Pura I telah melayangkan surat peringatan pertama dan surat peringatan kedua. Melalui surat itu, PT Angkasa Pura I meminta warga segera pindah secara sukarela dari lokasi. Apalagi, proses pembebasan lahan sudah selesai secara hukum dan ganti rugi untuk para pemilik lahan telah dikonsinyasi atau dititipkan ke Pengadilan Negeri Wates, Kulon Progo. Manajer Proyek Bandara Internasional Yogyakarta Baru PT Angkasa Pura I Sujiastono mengatakan, upaya pengosongan lahan bandara tetap dilakukan dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan. ”Kami akan lakukan upaya-upaya yang sesuai dengan aturan yang berlaku. Kami juga sudah menjalin kerja sama dengan Pemerintah Provinsi DIY dan Pemerintah Kabupaten Kulon Progo tentang masalah ini,” ujarnya.
Kuasa hukum warga penolak bandara Kulon Progo, Teguh Purnomo, mengatakan, ada sekitar 300 warga yang masih tinggal di area pembangunan bandara Kulon Progo. ”Kami beranggapan bahwa proses konsinyasi yang dilakukan dalam pembebasan lahan ini cacat hukum,” kata Teguh. (HRS)