BATAM, KOMPAS Kepolisian Daerah Kepulauan Riau menetapkan lima tersangka, yakni nakhoda dan empat anak buah kapal, yang mengangkut 101 tenaga kerja Indonesia ilegal beserta keluarganya dari Malaysia. Penetapan tersangka dilakukan karena kapal tidak dilengkapi dokumen apa pun.
Menurut Direktur Polisi Perairan Polda Kepulauan Riau Komisaris Besar Benyamin Sapta, di Sekupang, Batam, Jumat (20/4/2018), lima tersangka itu ialah nakhoda berinisial HT dan anak buah kapal (ABK) ART, MY, Z, dan YR. Penetapan tersangka dilakukan setelah pemeriksaan pada Kamis malam. Para tersangka dijerat dengan Pasal 219 Ayat 1 dan Pasal 232 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. Ancaman hukuman bagi tersangka ialah 5 tahun penjara dan denda minimal Rp 600 juta.
”Sesuai dengan Pasal 219 Ayat 1, setiap kapal yang berlayar wajib memiliki surat persetujuan berlayar (SPB) yang dikeluarkan syahbandar. Tetapi, di kapal tidak ditemukan dokumen sama sekali. Sementara Pasal 232 dikenakan bagi nakhoda karena berlayar tanpa SPB,” kata Benyamin.
Kapal yang mengangkut TKI ilegal itu ditemukan pertama kali pada Kamis (19/4), sekitar pukul 03.30, oleh polisi penjaga perairan Singapura. Kapal berangkat dari Johor, Malaysia, dengan tujuan awal Bintan. Dalam perjalanan kapal kehabisan bahan bakar sehingga terapung berjam-jam di Selat Singapura.
Berdasarkan laporan dari polisi penjaga perairan Singapura itu, Ditpolair Polda Kepri kemudian mengerahkan sejumlah kapal, termasuk Kapal Patroli Baladewa. Sekitar pukul 09.00, mereka menemukan kapal tanpa nama yang mengangkut TKI. Setelah serah terima, TKI beserta nakhoda dan awak kapal dibawa dengan Kapal Baladewa ke Pelabuhan Kargo Batu Ampar. Setelah itu dibawa ke Markas Ditpolair Polda Kepri (Kompas, 20/4).
”Seharusnya dari Johor ke Bintan bisa ditempuh sekitar dua jam. Tetapi, selain karena faktor cuaca, berdasarkan pendalaman kami, nakhoda tidak memahami jalurnya sehingga berputar-putar dan kehabisan bahan bakar,” kata Benyamin.
Setelah ini, lanjut Benyamin, akan ditelusuri pihak lain yang diduga terlibat dalam pemulangan TKI ilegal ini. Penelusuran terutama dilakukan di Bintan, asal nakhoda dan ABK.
Selain itu akan diintensifkan patroli, mengingat dalam waktu dekat akan berlangsung mudik Lebaran. ”Dari pengalaman tahun lalu, biasanya mendekati Lebaran atau hari raya, banyak TKI yang pulang kampung. Kami perlu mengantisipasi itu dengan patroli di jalur-jalur yang biasa mereka lalui. Bukan hanya Batam, melainkan juga di Tanjung Pinang,” katanya.
Hasil pendataan menunjukkan, sebagian besar TKI ilegal itu berasal dari Lombok, Nusa Tenggara Barat. Ada juga yang dari NTT, Jawa Tengah, Jawa Barat, Jakarta, Batam, dan Tanjung Pinang.
Polisi menargetkan para TKI bisa dipulangkan ke kampung asal minggu depan. Pemulangan akan dikoordinasikan dengan BNP2TKI.
Kepala Bidang Humas Imigrasi Kelas I Khusus Batam Irwanto menambahkan, sebelum dipulangkan, pihaknya akan mengambil data biometrik para TKI berupa sidik jari dan foto. Saat ditemukan, hanya 24 orang yang memiliki paspor. Diduga para TKI datang ke Malaysia menggunakan paspor kunjungan. Mereka kemudian membuang paspor itu.
Deni Kurniawan (39), TKI asal Kabupaten Bandung, Jawa Barat, berharap bisa segera pulang. Ia ditahan bersama istrinya yang juga TKI dan hanya memiliki dana 100 ringgit yang merupakan sisa gaji terakhir yang mereka dapat. (ZAK)