Sampaikan Pesan Lewat Tawa
Longser tetap segar melintas zaman. Tak sekadar tontonan, teater tradisional Jawa Barat ini jadi tuntunan terkait beragam sendi kehidupan. Dari pesan perlawanan melawan kolonialisme hingga ajakan untuk memilih dalam Pilkada 2018.
Longser berasal dari kata bahasa Sunda, melong yang berarti melihat dan seredet yang artinya menggugah.
Pada Minggu (24/3/2018) sore, Gedung Kesenian Sunan Ambu Institut Seni Budaya Indonesia Bandung terasa ceria. Pasanggiri Longser 2018 digelar Komisi Pemilihan Umum Jawa Barat. Sebanyak 11 kelompok tampil di panggung mengajak warga memilih calon pemimpin Jawa Barat 2018-2023 dibalut canda dan tawa.
Salah satunya, Toneel Kota Bandung membawakan karya berjudul Hayu Ah. Mereka mengajak pemilih pemula untuk mencoblos. Gayanya tidak formal, tetapi mengena. Banyak canda, tetapi penuh simbol makna.
Contohnya, tokoh ketua RW mengajarkan cara mencoblos. Gayanya unik, dinamakan jurus bangau. Tujuannya agar pemilih pemula tak terburu-buru dan betul-betul mempertimbangkan siapa yang bakal dipilih.
Kaki kanan ketua RW menapak bumi. Kaki kiri diangkat dan dilipat. Dua tangan mengepak seperti sayap bangau.
”Ingat, tangan kanan untuk buka surat suara. Tangan kiri perhatikan calonnya. Kaki kanan untuk coblos gambar. Dan, kaki kiri lipat surat suara. Kalau semuanya diingat pasti tidak akan salah,” kata pemerannya.
Bojegan ETPIS Kota Bandung, kelompok longser lain, tak mau kalah. Mengambil judul Doraka, mereka mengajak masyarakat untuk tidak jadi golput.
Kelompok ini mengisahkan tokoh Usep yang dilarang ayahnya mencoblos. Ayah Usep trauma, pemimpin yang terpilih suka lupa janji kampanyenya.
”Kalau tetap mencoblos, kamu doraka (berdosa), nanti dikutuk jadi kotak suara,” kata ayah Usep serius.
Tetapi, Usep bergeming. Hatinya mantap bakal mencoblos. Usep menimpali ancaman itu dengan santai.
”Daripada jadi kotak suara, lebih baik jadi kotak amal. Banyak pahalanya,” kata Usep disambut tawa penonton.
Komisioner KPU Jawa Barat, Nina Yuningsih, mengatakan, longser dipilih karena punya bahasa universal menyuarakan apa saja. Lewat bahan lawakan, longser ikut berbagi keceriaan.
”Pesan yang disampaikan bersama tawa biasanya relatif mudah diterima. Bersama longser, Pilgub Jabar 2018 disampaikan lebih gembira,” katanya.
Penyampai pesan
Begitulah longser. Teater tradisional khas Sunda ini mengajak penikmat berpikir jernih dengan cara jenaka.
Praktisi longser sekaligus pemimpin kelompok longser Bandoengmooi, Hermana HMT, mengatakan, kemampuan longser melihat kekinian dengan cara jenaka jadi kekuatan.
”Longser bisa dibilang cerminan masyarakat Sunda yang pintar menyisipkan humor ketika membicarakan beragam hal yang sedang hangat,” katanya.
Berawal dari obrolan penuh canda antarwarga di beranda rumah, longser masuk ke area publik lewat acara pernikahan atau syukuran. Pentas biasa dilakukan di tanah lapang. Pelopornya adalah seniman asal Bandung, seperti Aleh dan Karna, yang mulai pentas sekitar tahun 1915.
Waktu berjalan, longser mengikuti zaman. Menurut Hermana, longser digunakan sebagai sarana edukasi dan kritik terhadap kolonialisme sejak 1930-an. Penyampaian pesan perjuangan penuh simbol yang jenaka tak membuat penguasa tersinggung saat dikritik. Tokoh seniman yang terkenal adalah Tilil dan Ateng Japar.
”Sebelum Jepang datang, pertumbuhan longser sangat subur, mencapai 50 kelompok. Longser sempat redup saat Perang Dunia II pecah sekitar tahun 1940-an” kata Hermana.
Longser kembali marak sekitar tahun 1950. Ateng Japar dan kelompok Longser Pancawarna berperan besar menjaga napas seni tradisi ini setelah perang. Mereka ngamen dari kampung ke kampung. Pesannya beragam, salah satunya mengajak warga terus memupuk semangat di alam kemerdekaan.
Puncak kejayaan longser pada kurun 1970-1990. Longsor pun dilirik pemerintah Orde Baru. Disewa Departemen Penerangan, longser terlibat penyampaian banyak program pemerintah dari infrastruktur hingga kesehatan masyarakat.
”Saat Orde Baru runtuh, longser tetap hidup. Beragam lembaga swadaya masyarakat, baik lokal maupun internasional, menggunakan longser dalam penyampaian program,” kata Hermana, yang kerap memaparkan isu lingkungan dalam pementasan Bandoengmooi.
Direktur Pascasarjana Institut Seni Budaya Indonesia Bandung Arthur S Nalan mengatakan, kemampuan dan kemauan para pelaku seni mengikuti zaman menjadi energi bagi longser untuk bertahan.
Longser pun masuk layar kaca dan gedung pertunjukan megah. Ada sinopsis dan naskah. Dulu, para pelakon lebih banyak berimprovisasi di atas panggung.
”Waktu boleh berubah, tetapi kreativitas longser tetap memberi warna dengan segala dinamikanya,” kata Arthur.
Jembatan kemanusiaan
Seminggu sebelum Pasanggiri Longser 2018 digelar, improvisasi longser tampil di tempat yang sama. Saat itu, penonton mengantre panjang ingin menyaksikan lakon Glen Kemon yang disutradarai Aldo Rojax. Komedian Entis Sutisna alias Sule menjadi magnet utamanya.
Kolaborasi longser dan sandiwara (sawer) itu punya misi khusus. Bertema ”Seniman Sunda Peduli Bencana”, penampilan malam itu hendak jadi jembatan kemanusiaan penonton yang hadir dengan korban banjir di Bandung.
!Dari penjualan tiket Rp 25.000 per orang, kami mengumpulkan Rp 13 juta. Semua diberikan kepada korban banjir,” kata Sule.
Diawali musik karawitan dan tarian ketuk tilu, pertunjukan selama dua jam itu bercerita tentang perjuangan Glen Kemon untuk mendapat restu calon mertua. Lawakan para pemain menghibur penonton.
Misalnya, saat calon mertua Glen Kemon menyombongkan diri dekat dengan Presiden Joko Widodo. ”Pernah saya ke Istana Bogor, waktu itu ada Presiden Jokowi. Beliau menyambut saya begini, keluarga, keluar… ga, keluar… enggak,” katanya. Ternyata dia bukan disuruh masuk, melainkan diminta pergi.
Sule mengatakan, di luar keinginan mengumpulkan dana bagi korban banjir, pertunjukan ini menjadi bukti longser punya tempat di hati masyarakat.
”Menurut rencana, konsep ini akan ditampilkan sebulan sekali. Hasil penjualan tiket akan disumbangkan bagi seniman Jawa Barat yang kehidupannya belum beruntung. Dengan demikian, longser memberi manfaat bagi banyak orang,” katanya.
Longser masa kini memberi contoh. Tidak sekadar tontonan, tetapi juga tuntunan untuk peduli dan peka terhadap hal-hal yang berlangsung di sekitarnya. Mulai dari pilkada hingga orang yang hidupnya papa. Longser jadi jeda yang menawarkan tawa.