Lampung Ekspor Pisang
Pisang mas yang dibudidayakan petani di Lampung kini mulai diekspor. Volume ekspor saat ini berkisar 15-20 ton per pekan dan ditargetkan menjadi 80 ton per pekan.
KOTA AGUNG, KOMPAS Pisang mas yang dibudidayakan petani binaan PT Great Giant Pineapple di Kabupaten Tanggamus, Lampung, untuk pertama kalinya diekspor ke Shanghai, China. Pisang itu digadang menjadi komoditas unggulan baru menyusul pisang cavendish yang sudah diekspor ke sejumlah negara.
Ekspor pisang mas perdana itu diluncurkan di Desa Sumbermulyo, Kecamatan Sumberejo, Tanggamus, Selasa (24/4/2018). Acara ditandai dengan pengangkutan 1,5 ton pisang mas.
Government Relations and External Affair Director PT GGP Welly Soegiono mengatakan, selama ini, PT GGP telah membina petani dengan memberikan pelatihan tentang budidaya pisang mas yang baik. Perusahaan juga memberikan bibit pisang secara gratis dan petugas pendamping yang mengontrol kondisi kebun petani. Di tingkat petani, pisang dibeli Rp 2.500 per kilogram oleh perusahaan.
Welly mengatakan, ada 400 petani di Tanggamus yang telah menanam pisang mas dengan luas tanam 300 hektar dan potensi produksi mencapai 1.800 ton pada 2018. Meski begitu, belum semua hasil panen pisang mas bisa diekspor. ”Dari hasil panen ini, yang memenuhi persyaratan dan bisa diekspor baru sekitar 20 persen. Ini karena tanaman tidak dipupuk sehingga ukurannya menjadi tidak seragam,” ujar Welly.
Pada tahap awal, PT GGP mengekspor 15-20 ton pisang mas ke China per minggu. Ditargetkan jumlah pisang mas yang diekspor bisa naik menjadi empat kontainer atau setara dengan 80 ton per minggu. Saat ini, harga pisang mas ekspor berkisar 10-15 dollar AS per kotak (ukuran 11 kilogram).
Hingga 2020, PT GGP juga menargetkan penambahan luas tanam pisang menjadi 1.000 hektar dengan produksi mencapai 20.000 ton. Dari jumlah itu potensi pisang mas yang bisa diekspor mencapai 12.500 ton per tahun. Sebanyak 7.500 ton sisanya untuk memenuhi kebutuhan pasar lokal.
Selain ke China, pisang mas juga telah diekspor ke Singapura. Negara lain yang dibidik sebagai tujuan ekspor antara lain Jepang, Korea, dan Timur Tengah.
Welly menuturkan, Kelompok Tani Hijau Makmur yang merupakan binaan PT GGP juga telah mendapat fasilitas subkontrak kawasan berikat Bea dan Cukai. Pemberian fasilitas dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Indonesia itu telah diresmikan Presiden Joko Widodo dan Menteri Keuangan Sri Mulyani pada 27 Maret 2018.
Fasilitas itu memungkinkan petani membeli pupuk, pestisida, dan sarana pertanian lainnya dengan harga yang lebih murah karena tak dikenai biaya masuk. Hal itu diharapkan bisa menekan biaya operasionalisasi sehingga keuntungan yang diperoleh petani bisa lebih banyak. Bahkan, bakal ada pengembangan potensi buah lokal lain, seperti salak dan durian, yang ada di Tanggamus. Itu juga berpotensi diekspor.
Instalasi karantina
Untuk mempermudah proses ekspor, Badan Karantina Pertanian Kementerian Pertanian juga membangun fasilitas pendukung berupa instalasi karantina tumbuhan. Petugas akan melakukan pemeriksaan standar mutu pisang sebelum diekspor. Pisang yang telah diperiksa akan mendapat sertifikasi jaminan kesehatan tumbuhan (PC-Phytosanitary Certificate).
Kepala Badan Karantina Pertanian Kementerian Pertanian Banun Harpini mengapresiasi pola kemitraan yang terjalin antara PT GGP dan petani pisang di Tanggamus. Dia menilai, pola kemitraan itu dapat dicontoh di daerah lain untuk meningkatkan ekspor buah segar.
Salah satu petani, Heldiyanto (42), menuturkan, dirinya menikmati hasil yang lebih baik setelah menanam pisang mas. Setiap bulan, dia bisa memperoleh penghasilan lebih dari Rp 5 juta.
Sebelumnya, Heldiyanto menanam tanaman kakao. Namun, sejak lima tahun terakhir, buah kakao tak optimal akibat serangan hama dan penyakit. Produksi kakao anjlok dari 500 kilogram menjadi hanya 50 kilogram per minggu. Karena kondisi itu, Heldiyanto tertarik beralih menanam pisang mas.
Saat ini, dia memiliki 3.000 batang pohon di kebun seluas 3 hektar. Setiap minggu, dia bisa memanen paling sedikit 500 kilogram pisang.
Basiran Atmaja (45), petani lainnya, memilih menanam 1.000 batang pisang mas dengan pola tumpang sari dengan tanaman kopi. Dari situ dia mendapat penghasilan tambahan Rp 1,5 juta per bulan selain dari tanaman kopi. (VIO)