Bangunan Ilegal di Obyek Wisata Lombok Utara Dibongkar
Oleh
khaerul anwar
·3 menit baca
MATARAM, KOMPAS - Pemerintah Kabupaten Lombok Utara (KLU), Nusa Tenggara Barat (NTB), membongkar bangunan ilegal di sejumlah obyek wisata daerah itu. Bangunan tersebut tanpa izin dan mengabaikan ketentuan atau peraturan garis sempadan pantai.
Bangunan itu berupa hotel, restoran, vila, kafe dan juga bangunan pedagang kaki lima yang berada di obyek wisata Gilir Air, Gili Meno, dan Gili Terawangan. Pembongkaran bangunan ilegal itu bertujuan menjaga keasrian dan membuka akses wisatawan menikmati keasrian pantai di tiga pulau kecil (gili) itu.
"Terhadap bangunan untuk fasilitas akomodasi dan tempat usaha lainnya yang melanggar garis sempadan pantai dibongkar oleh petugas, namun ada pemilik sendiri yang membogkarnya," ujar Dedi Mudjaddid, Kepala Bagian Humas KLU di Tanjung, Pusat Pemerintahan KLU, Kamis (26/4/2018).
Bupati KLU Najmul Akhyar saat melepas tim penertiban garis sempadan pantai yang meliputi antara lain anggota TNI, Polisi Air, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), dinas perhubungan di Terminal Teluk Nara mengatakan, tim harus mengutamakan pendekatan dan dialog yang humanis, persuasif, komunikatif tanpa mengesampingkan ketegasan dalam penertiban itu.
Penertiban bangunan di Gili Meno dilakukan pada 24-27 April dan di Gili air pada 28 April-1 Mei. Keberadaan bangunan di area pantai yang juga merupakan area umum jelas mengganggu hak masyarakat dan wisatawan untuk menikmati keindahan panorama pantai yang terjaga keasrian dan lingkungannya, yang sekaligus menjadi pendorong bagi wisatawan mendatangi dua obyek wisata itu.
Kepala Bagian Administrasi dan Pembangunan KLU Lalu Majemuk mengatakan, berdasarkan ketentuan, bangunan akomodasi di Gili Meno, Gili Air termasuk Gili Terawangan, harus berada dalam jarak 35-250 meter dari titik pasang air laut.
Sedang kenyataannya bangunan vila, kafe, dan bangunan serupa lainnya berjarak hanya 5 meter dari bibir pantai atau bahkan berbatasan langsung dengan tepi laut.
Sedikitnya 41 bangunan di Gili Meno dan 93 bangunan di Gili Meno melanggar aturan. Namun, menurut Dedi, sebagian besar bangunan itu sudah dibongkar atas inisiatif pemiliknya. Para pelaku usaha di Gili Meno dan Gili Air kini pindah membangun tempat usaha menjauh dari pinggir pantai.
Kambuh lagi
Menurut catatan Kompas, pada 2017 Pemerintah KLU telah melakukan penertiban di obyek wisata Gili Terawangan, daerah yang bertetangga dengan Gili Meno dan Gili Air. Saat itu ada 100 pemilik yang membongkar fasilitas usahanya yang berada terlalu dekat dengan bibir pantai.
Sejumlah hotel dan kafe \'menguasai\' areal pantai dengan menempatkan deretan meja dan kursi di pinggir pantai untuk melayani tamu yang memesan makanan dan minuman. Akibatnya, pengunjung lain terhalang saat mengakses pantai.
Beberapa saat setelah penertiban oleh pemerintah KLU, para pelaku usaha mengosongkan areal pantai di Gili Terawangan. Namun pantauan Kompas awal April lalu, kebiasaan melanggar hukum untuk membangun di tepi pantai pun kambuh lagi.
"Kami ingin pemerintah KLU proaktif dan bertindak tegas, tidak sekadar gencar melakukan penertiban di awal, lalu tidak ada tindak lanjut dan sanksi terhadap kondisi terakhir di Terawangan saat ini," ungkap sumber Kompas.