SEMARANG, KOMPAS Revisi perlindungan kawasan pesisir sangat mendesak di Kota Semarang dan juga daerah pesisir lain di pantai utara Jawa Tengah. Dampak dari penguasaan pesisir pantai oleh swasta dan tidak adanya pengembangan perlindungan pantai memicu abrasi parah yang berkelanjutan.
Wakil Ketua Tim Panitia Khusus Revisi Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah tentang Rencana Tata Ruang Wila-
yah (RTRW) Jayus, Rabu (25/4/2018), mengemukakan, abrasi telah menimbulkan kerugian dengan hilangnya kawasan pantai hingga 250 hektar di sepanjang pantai di Kota Semarang. Hal ini butuh solusi tepat, di antaranya melalui revisi Perda RTRW.
”Nantinya semua pihak bisa menjadikan ketentuan tersebut sebagai acuan penyelamatan pesisir pantai,” ujarnya di sela-sela dengar pendapat dengan Tim Panitia Khusus (Pansus) revisi Perda RTRW Provinsi Jateng, Rabu. Dengar pendapat melibatkan tokoh masyarakat, instansi pemerintah, aktivis lingkungan, serta pakar perguruan tinggi di Semarang.
Ketua Program Studi Planologi Perencanaan Kota dan Wilayah Universitas Islam Sultan Agung Semarang Eppy Yuliani mengatakan, belum jelasnya pengaturan soal kawasan pantai tidak hanya berakibat hilangnya potensi pesisir pantai. Pihak ketiga juga kehilangan aset lahannya karena tergerus abrasi dan gempuran gelombang laut hingga masuk ke daratan.
Ruang publik
Menurut Eppy, revisi Perda RTRW menjadi momentum pemda membuka akses masyarakat terhadap ruang publik di kawasan pantai. Pesisir pantai tak boleh dikuasai pihak swasta, terlebih karena ancaman abrasi menjadi lebih sulit diantisipasi.
”Ketika wilayah pesisir dikuasai investor untuk kepentingan industri, tentu saja tidak ada lagi fungsi penahan gelombang, baik berupa tanaman mangrove maupun pembatas pantai yang berfungsi. Ketika itu terjadi, kemudian ada faktor kehilangan lahan di pesisir akibat abrasi ataupun lahan ambles, hal itu akan lebih sulit diantisipasi,” ujarnya.
Guna mencegah kehilangan lahan di pesisir akibat abrasi, harus ada bagian dari pantai yang terbuka untuk kepentingan masyarakat. Wilayah publik itu bisa menjadi kawasan lindung.
Perwakilan dari kalangan industri PT Bumi Raya Semarang, Tjandra, mengakui, potensi kehilangan lahan di pesisir pantai sangat besar di Kota Semarang. (WHO)