JAMBI, KOMPAS - Anggota DPRD Provinsi Jambi M Juber mengakui adanya pungutan liar lain di dalam praktik uang ketuk palu pengesahan dana APBD provinsi itu Tahun Anggaran 2018. Nilai yang dipungut mulai dari Rp 15 juta hingga Rp 25 juta per orang untuk diserahkan kepada ketua fraksi.
Pengakuan itu disampaikan Juber, anggota Fraksi Golkar, saat hadir sebagai saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jambi, Rabu (2/5/2018). Sidang kasus uang ketuk palu tersebut atas terdakwa Supriyono, anggota DPRD Provinsi Jambi dari Fraksi PAN. Sidang dipimpin Ketua Majelis Hakim Badrun Zaini.
Selain Juber, dihadirkan pula 4 saksi lain dari Fraksi Golkar, yakni Popriyanto, Ismet Kahar, Sufardi Nurzain, dan Gusrizal. Dua saksi lainnya adalah Yanti Maria dari Fraksi Gerindra dan Nurhayati dari Fraksi Demokrat.
Dalam sidang, Juber mengaku dirinya menjadi distributor uang ketok palu bagi 5 anggota dewan dari Fraksi Golkar. Ia menerima uang ketuk palu dari Saifudin, atas perintah Ketua Fraksi Golkar, Sufardi.
Sebelum uang didistribusikan kepada anggota dewan, dirinya diminta Sufardi untuk memotong terlebih dahulu dana sebesar Rp 15 juta hingga Rp 25. Dana tersebut untuk jatah bagi Fraksi Golkar.
“Perintahnya, kalau anggota dari banggar (badan anggaran) dipotong Rp 15 juta. Kalau bukan banggar (dipotong) 25 juta,” ujarnya.
Namun, lanjut Juber, ia sempat diprotes para anggota fraksi. Sehingga, nilai potongan akhirnya dipangkas menjadi Rp 10 juta untuk anggota yang bukan bertugas di badan anggaran dan Rp 15 juta untuk yang bertugas di badan anggaran.
Dalam sidang, Juber mengakui bahwa praktik uang ketuk sudah berulang terjadi. Pada pembahasan APBD Tahun 2017, ada pula distribusi uang ketok palu bagi anggota dewan.
Ia mengaku memperoleh Rp 190 juta dalam rangka memuluskan pengesahan RAPBD. Uang diberikan dalam dua termin. Yang pertama Rp 100 juta diberikan eksekutif pada Januari 2017, dan Rp 90 juta pada Maret 2017.
Ketika kasus uang ketuk palu terungkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), akhir 2017 lalu, Juber diperintah pula oleh Sufardi untuk segera mengembalikan dana sebesar Rp 337 juta kepada KPK.
“Uang ini adalah dana yang belum saya distribusikan (kepada anggota dewan),” jelasnya.
Dalam sidang, Jaksa Penuntut Umum dari KPK yang diketuai Iskandar Marwanto, memutarkan sejumlah percakapan telepon dengan suara milik saksi, Nurhayati, di antaranya dengan anggota DPRD dari Fraksi Gerindra.
Dalam percakapan itu, berisi ucapan Nurhayati,”Pakai strategi jugo,” dan “Sabar, tunggulah di rumah,” yang diperkirakan terkait dengan pendistribusian uang ketuk palu bagi anggota fraksi lain. Adapun, Nurhayati merupakan istri dari terdakwa lain kasus itu, yakni Saifudin, yang menjabat Asisten III Sekretaris Daerah Provinsi Jambi.
Sementara, kepada saksi Sufardi, berkali-kali jaksa mengingatkan untuk memberi kesaksian jujur. Sebab, Sufardi berulang kali menyatakan tidak tahu. Ketika ditanyakan perihal pemotongan dana untuk jatah fraksi, ia jawab “Tidak ada. Saya tidak ada terima.”
Selanjutnya, ketika ditanyakan soal kebenaran dirinya memberikan perintah kepada Juber untuk mengembalikan dana ke KPK, ia pun menyanggah. “Bukan perintah. Saya hanya menyarankan. Tidak memerintahkan ke Pak Juber,” jelasnya.
Sementara itu, dalam sidang serupa pekan lalu, hakim menetapkan hukuman pidana selama 4 tahun penjara kepada terdakwa lainnya, yakni mantan Pelaksana Tugas Sekda Provinsi Jambi Erwan Malik. Untuk terdakwa Saifudin, ditetapkan hukuman pidana 3 tahun 6 bulan.
Kepada terdakwa Plt Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Arfan divonis hukuman 3 tahun penjara. Masing-masing terdakwa juga didenda sebesar Rp 100 juta dengan subsider penjara selama 6 bulan.