CIREBON, KOMPAS - Kejaksaan Negeri Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, akhirnya menjebloskan bekas Wakil Bupati Cirebon Tasiya Soemadi alias Gotas ke bui. Terpidana korupsi dana bantuan sosial dan hibah itu kini menjalani hukuman 5 tahun 6 bulan penjara.
Kepala Seksi Intelijen Kejari Kabupaten Cirebon Irvan Efendi mengatakan, pihaknya bersama tim Kejaksaan Agung menangkap Gotas di Dusun Babadan, Desa Depok, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah, Senin (30/4/2018). ”Saat eksekusi, terpidana kooperatif, tanpa perlawanan,” ujarnya, Selasa (1/5), di Cirebon.
Eksekusi berdasarkan putusan Mahkamah Agung Nomor 436 K/PID.SUS.2016 yang dikeluarkan akhir 2016. Dalam putusan tersebut, Gotas terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan korupsi dana bantuan sosial dan hibah tahun 2009-2012 di Cirebon dengan kerugian negara Rp 1,564 miliar. Saat itu dia menjabat Ketua DPRD Kabupaten Cirebon.
Selain divonis 5 tahun 6 bulan penjara, Gotas juga didenda Rp 200 juta dengan subsider 6 bulan. Putusan MA itu sekaligus membatalkan putusan Pengadilan Tipikor Bandung tertanggal 12 November 2015 yang memvonis bebas Gotas.
Gotas ditahan di Rumah Tahanan Kebon Waru, Kota Bandung, pada Juni 2015 sebelum divonis bebas meski dituntut hukuman 9 tahun penjara. Saat itu, dua terdakwa lain dalam kasus yang sama, yakni Emon Purnomo dan Subekti Sunoto, divonis 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta.
Setelah putusan MA terbit, Kejari Cirebon tiga kali memanggil Gotas. Namun, bekas Wakil Bupati Cirebon yang berpasangan dengan Sunjaya Purwadisastra periode 2013-2018 ini mangkir dan menjadi buron sejak Februari 2017. Gotas yang diusung PDI-P itu juga diberhentikan dari jabatannya sebagai Wakil Bupati Cirebon pada Mei tahun lalu.
Menurut Irvan, sejak menetapkan Gotas dalam daftar pencarian orang, pihaknya terus mencari keberadaannya. Selain meminta yang bersangkutan menyerahkan diri, Kejaksaan juga berkoordinasi dengan Kepolisian Resor Cirebon dan meminta pihak imigrasi agar mencekal terpidana keluar negeri.
Namun, Gotas tak juga dieksekusi. Gotas diketahui kerap berpindah tempat. Pencarian di rumah dinasnya di Kelurahan Tukmudal dan rumah pribadi lainnya di Desa Cempaka dan Desa Cikalahang selalu nihil.
Kejaksaan akhirnya menangkap terpidana setelah memantau lokasi yang diduga menjadi tempat persinggahan terpidana. Tempat itu tersebar di beberapa lokasi, yakni di Kota Cirebon, Kabupaten Cirebon, Pekalongan, dan Batang (Jateng). Setelah penangkapan, Gotas langsung dibawa ke Lembaga Pemasyarakatan Cirebon.
Menurut Kepala LP Cirebon Heni Yuwono, Gotas masuk ke LP pada Senin pukul 14.00. Sesuai prosedur LP, Gotas akan menjalani orientasi selama sebulan. ”Seperti narapidana yang baru masuk ke LP, Pak Gotas juga akan mengikuti program pengenalan lingkungan. Tak ada perlakuan khusus,” ujar Heni.
Ketua DPRD Kabupaten Cirebon Mustofa berharap semua pihak menghormati penegakan hukum dan menjaga kondusivitas daerah. Apalagi, Kabupaten Cirebon memasuki pilkada tahun ini dan petahana Sunjaya Purwadisastra, yang didukung PDI-P, kembali maju menjadi calon bupati Cirebon.
”Pak Gotas masih jadi kader PDI-P, tetapi warga PDI-P sudah dewasa menghadapi hal ini,” ujar Mustofa yang juga Ketua DPC PDI-P Kabupaten Cirebon.
Menurut dia, sesuai arahan Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri, partai akan menindak tegas kader yang terlibat kasus korupsi. Gotas sebelumnya pernah menjabat sebagai Ketua DPC PDI-P Kabupaten Cirebon. ”Ketua umum sudah menginstruksikan bahwa petugas partai, baik yang duduk di eksekutif maupun legislatif, harus taat hukum dan menghindari korupsi. Bahkan, harus menjadi pelopor antikorupsi,” ujarnya.
Pihaknya memastikan tidak akan memberikan bantuan hukum kepada Gotas. Keputusan MA tersebut sudah final. Menurut dia, penangkapan terhadap Gotas menjadi bahan evaluasi meski kaderisasi di internal partai selama ini berupaya agar kader tak terlibat korupsi.
Mantan kuasa hukum Gotas, Iman Nurhaiman, menjelaskan, setelah putusan MA, kliennya mencabut kuasanya. ”Padahal, saat itu kami akan melakukan peninjauan kembali terhadap putusan MA. Setahu saya, Gotas belum menunjuk kuasa hukum lagi,” ujarnya.
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Parahyangan, Bandung, Asep Warlan Yusuf, menilai, kejaksaan harus belajar dari kasus terpidana korupsi yang buron hingga setahun. ”Seseorang yang korupsi, apalagi pejabat, berpotensi menggunakan berbagai fasilitas, uang, dan jaringan untuk kabur. Karena itu, kejaksaan harus memantaunya bahkan jika perlu mencekal keluar negeri dan menahannya,” ujar Asep.
Dia juga mendorong kejaksaan untuk menelusuri apakah ada keterlibatan orang lain yang turut menyembunyikan terpidana korupsi, seperti Gotas. Menurut dia, pejabat publik seharusnya mudah dilacak. ”Kabur juga merugikan yang bersangkutan karena akan sulit mendapatkan remisi di penjara,” ujarnya. (IKI)