Ardiansyah Bayu Saputra (11) tampak cemas saat rombongan relawan dari Komunitas Berbagi dengan Ikhlas (Berkas) mendatangi rumahnya di Dusun Kedung, Desa Kandangrejo, Kecamatan Kedungpring, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, Senin (30/4/2018). Dalam rombongan ada Brigadir Kepala Purnomo yang masih mengenakan seragam dinas polisi. Ibu Ardi, Fitri Maya Wulandari (34), tergolek lemas di kasur tipis di lantai ruang tamu.
Purnomo pun tanggap, ia merangkul bocah itu. ”Tidak usah takut. Kami datang ke sini untuk menjenguk ibumu. Kamu anak baik,” katanya.
Ia menambahkan, kalau sayang ibu, ia harus kembali sekolah. Purnomo minta Ardi bersama bapaknya ke Babat untuk memilih sepeda. ”Sepedanya buat sekolah, ya. Kalau tidak sekolah, sepeda saya ambil lagi,” kata Purnomo.
Lalu, Purnomo bersama istrinya, Lilik Ika Wahyuni, membuka bungkusan berisi tas, buku, alat tulis, dan sepatu. Perlengkapan itu diharapkan bisa menyemangati Ardi yang sudah beberapa bulan tidak sekolah.
Ardi merawat ibunya yang lumpuh. Makan dan minum harus disuapi. Duduk pun harus dibantu. Perempuan itu kini tidak bisa bicara akibat gangguan saraf yang diderita.
Ardi terdiam, air matanya menetes saat dipeluk Purnomo dan ditanya kenapa tidak sekolah. Terbata-bata ia menjawab, kasihan pada ibunya. Saat Puryanto (39), ayahnya, bekerja tidak ada yang merawat ibunya. ”Nek aku sekolah gak onok sing ndulang ibu (kalau saya sekolah, tidak ada yang menyuapi ibu),” ujar Ardi.
Puryanto mengatakan, ia memang mengatakan kepada anaknya, kalau ia bekerja, Fitri tidak ada yang menjaga. ”Saya ngomong ke Ardi, ’Cong, bek menowo nek ibumu ditunggoni iso waras. Wedine nek ditinggal malah tambah nemen lorone (Saya bilang ke Ardi, ’Nak, barangkali kalau ditunggui, ibumu sembuh. Takutnya kalau ditinggal malah tambah parah),” kata Puryanto.
Ardi pun memilih meninggalkan sekolah demi merawat ibu. Siswa kelas V SD Negeri Kandangrejo itu membolos satu semester terakhir. Para guru menjenguk, termasuk wali kelas Sri Wilujeng, guru Agama Abdul Rouf, hingga kepala sekolah Jaelan. Semester sebelumnya, Ardi masih sekolah dan pulang setiap jam istirahat demi menyuapi ibunya, tetapi kadang tak kembali ke sekolah.
Impitan ekonomi
Puryanto harus bekerja serabutan, menjadi buruh tani dan kuli bangunan. Hasilnya hanya cukup untuk makan dan minum. Ia tidak mampu membawa istrinya berobat ke rumah sakit karena tidak ada biaya. Meski sudah punya Kartu Indonesia Sehat, ia tidak punya ongkos transpor untuk mengangkut istrinya ke rumah sakit.
Puryanto mengatakan, saat masih sehat Fitri bisa membantu mencari nafkah dan mencari rumput untuk kambing mereka. Fitri mulai sakit-sakitan saat diajak bekerja ke Sumatera. ”Kami pulang. Namun, kondisinya memburuk. Menurut dokter, sarafnya kena. Empat kambing pun ludes buat berobat,” katanya.
Di rumah berukuran 6 x 12 meter itu hanya ada ruang tamu dan satu kamar yang belum diplester. Tak ada televisi di ruang tamu, bahkan kini diisi kasur tempat berbaring Fitri. Anak kedua mereka, Rangga Ramadhani, diasuh kerabat.
Menurut Purnomo, anggota Berkas tergerak mengumpulkan dana untuk membantu keluarga itu. Mereka juga berupaya agar Ardi sekolah lagi.
Abdul Rouf mengatakan, para guru sudah beberapa kali menjenguk dan membujuk agar Ardi mau sekolah. Sekolah memberi keleluasaan pada Ardi agar tetap merawat ibunya saat istirahat sekolah. Namun, Ardi belum bisa ke sekolah karena kasihan dengan ibunya.
”Dukungan dari berbagai pihak diharapkan untuk memompa semangat Ardi kembali ke sekolah,” kata Rouf.