BANYUWANGI, KOMPAS — Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, mengalokasikan anggaran Rp 2 miliar untuk uang saku siswa miskin selama tahun 2018. Pemberian uang saku diharapkan dapat meningkatkan semangat belajar siswa.
Anggaran Rp 2 miliar tersebut diberikan kepada siswa miskin yang sebelumnya telah didaftarkan oleh sekolah atau perangkat desa setempat. Bantuan uang saku tersebut diberikan kepada 183 siswa dari jenjang pendidikan sekolah dasar, sekolah menengah pertama, dan sekolah menengah atas.
Program tersebut resmi diluncurkan di Banyuwangi, Rabu (2/5/2018), ditandai dengan pemberian buku tabungan dan Kartu Banyuwangi Belajar oleh Bupati Abdullah Azwar Anas kepada perwakilan siswa.
”Hasil pengamatan kami, transportasi dan uang jajan bisa menjadi faktor penyebab anak rendah diri dan enggan bersekolah. Harapannya dengan bantuan uang saku dan transportasi tidak ada lagi alasan siswa rendah diri lalu putus sekolah hanya karena tidak dapat jajan di kantin atau putus sekolah karena tidak memiliki uang transportasi,” ujar Anas.
Program pemberian uang saku diberikan kepada 61 orang di setiap jenjang pendidikan SD, SMP, dan SMA. Besaran uang saku yang diterima berbeda di tiap jenjangnya, siswa SD mendapat Rp 5.000 uang saku per hari, siswa SMP Rp 10.000 per hari, dan siswa SMA Rp 15.000 per hari.
Sementara besaran uang transportasi setiap penerima manfaat mendapat Rp 5.000 per hari per orang. Uang saku dan uang transportasi tersebut diberikan secara langsung untuk jangka waktu satu tahun.
Dengan demikian, setiap siswa SD peserta program mendapat Rp 2.880.000 per tahun, siswa SMP Rp 4.320.000 per tahun, dan siswa SMA Rp 5.760.000 per tahun. Pemberian bantuan tersebut dilakukan melalui rekening Bank Jatim yang dipegang oleh setiap peserta.
”Program pemberian uang saku ini melengkapi program Gerakan Daerah Angkat Anak Muda Putus Sekolah (Garda Ampuh) dan Siswa Asuh Sebaya (SAS) yang sudah berjalan sebelumnya. Kami terus berkomitmen untuk mengurangi angka putus sekolah di Banyuwangi,” ujar Anas.
Garda Ampuh merupakan program menjaring anak-anak siswa sekolah yang putus sekolah. Sementara SAS merupakan program pemberian bantuan kebutuhan pendidikan dari siswa untuk siswa.
Kepala Dinas Pendidikan Banyuwangi Sulihtiyono menambahkan, pemberian uang saku tersebut melibatkan guru untuk pengawasan. Apabila terdapat siswa yang sudah mendapat bantuan uang transportasi dan uang saku tetapi tidak masuk sekolah, guru sekolah diharapkan mencari tahu dan bisa mengambil tindakan atau melaporkan kepada dinas pendidikan.
”Guru juga harus turut mendampingi agar uang bantuan transportasi tersebut digunakan secara tepat. Kalau ada lebih bisa ditabung. Uang tersebut tidak digunakan untuk konsumsi rumah tangga,” ujarnya.
Sulihtiyono berharap program bantuan uang saku dan transportasi dapat mengulang sukses program Garda Ampuh. Sejak diluncurkan tahun 2016, Garda Ampuh mampu menjaring 5.128 anak putus sekolah. Di tahun ajaran 2018-2019, siswa putus sekolah tersisa 2.800 orang karena 2.328 siswa telah lulus.
Salah satu penerima manfaat program bantuan uang saku dan transportasi ialah Wanda Putri Regina Prayoga (16), siswa kelas X SMK PGRI 1 Giri. Hampir setiap hari, Wanda harus menempuh 6 kilometer untuk berangkat sekolah dari rumahnya di Desa Suko, Gombengsari.
”Saya biasa menggunakan sepeda motor tua milik ayah. Setiap dua hari sekali butuh bensin 1 liter. Uang saku saya sehari maksimal Rp 10.000. Saya bersyukur bisa mendapat bantuan uang saku dan transportasi sehingga saya bisa menabung untuk persiapan kuliah,” ujarnya.