SERAPUNG, KOMPAS Hutan Desa Segamai, Kecamatan Teluk Meranti, dan Hutan Desa Serapung, Kecamatan Kuala Kampar, Kabupaten Pelalawan, Riau, terancam hancur. Hampir 1.000 hektar dari 4.000 hektar hutan rusak akibat pembalakan ilegal.
Di lokasi pembalakan liar, Rabu (2/5/2018), Kompas menyaksikan puluhan pondok liar beserta ribuan keping kayu olahan yang ditumpuk dan siap diangkut. Kayu olahan dibawa dari hutan dengan sepeda modifikasi khusus untuk menarik kayu di atas rel papan, kemudian ditumpuk di tepi kanal. Kayu diangkut lewat kanal perusahaan dan diseberangkan ke Pulau Serapung di Selat Malaka, tempat para pembalak dan cukong.
Hutan Desa Segamai dan Serapung berada di satu hamparan di Semenanjung Kampar, tepi Selat Malaka. Hutan desa itu merupakan hutan desa pertama di Riau. Izinnya diserahkan oleh Presiden Joko Widodo, April 2017, di Jakarta.
Lokasi hutan diapit dua perusahaan hutan tanaman industri, PT Satria Perkasa Agung (grup Sinar Mas) dan PT Gemilang Citra Nusantara (grup PT Riau Andalan Pulp and Paper).
Edi Saritonga, Ketua Pengelola Hutan Desa Segamai, Kamis, mengaku sudah lelah mengadukan pencurian kayu. Enam bulan lalu, Edi dan warga melaporkan hal itu ke Polres Pelalawan, disusul pengaduan ke Polda Riau, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Riau, serta Bagian Penegakan Hukum Kementerian LHK. ”Sampai kini belum ada hasil. Pencurian kayu tidak berhenti. Kami mengenal para cukong kayu dan penebang. Kalau kami bertindak, pasti terjadi konflik sesama kami,” katanya.
Secara terpisah, Nurul Huda dari Humas Sinar Mas Forestry dan Kepala Departemen Lingkungan Hidup Kehutanan Syarif Hidayat mengatakan sudah mengadukan pembalakan liar itu. Laporan ditindaklanjuti polisi yang datang ke lokasi. Namun, setelah polisi pergi, pembalak kembali menebang kayu.
”Kami menyekat kanal perusahaan, tetapi dijebol. Bahkan, sekat kanal yang dibangun pemerintah untuk mencegah kebakaran lahan dan hutan juga dijebol. Petugas keamanan
kami tak mampu mengendalikan para pembalak karena dapat memicu konflik horizontal,” kata Syarif.
Hal serupa dinyatakan Manajer Humas PT Riau Andalan
Pulp and Paper Djarot Handoko. Pihaknya rutin melakukan patroli bersama polisi hutan untuk mencegah pembalakan meluas.
Herbert dari Yayasan Mitra Insani, pendamping warga Desa Segamai dan Serapung sejak tahun 2010, mengatakan, warga dalam tahap tak mampu lagi mempertahankan hutan dari kehancuran tanpa bantuan aparatur negara. Selain itu, ada potensi konflik horizontal antara pembalak liar dan warga.
Sementara itu, dalam Seminar Nasional ”Penanganan Perkara Tindak Pidana Perusakan Hutan dan Potensinya dalam Penegakan Hukum Multi Rezim” yang digelar di Palembang, Kamis, mengemuka, Kajian Program Pembangunan PBB menunjukkan kerugian negara akibat kerusakan hutan pada 2003-2014 mencapai Rp 999 triliun. Kerugian negara akibat kebakaran hutan 12 miliar dollar AS (sekitar Rp 140 triliun). Upaya penegakan hukum menemui banyak kendala sehingga penanganan lambat.
Hadir dalam seminar para penyidik pegawai negeri sipil di Kementerian LHK serta jaksa dari sejumlah wilayah, seperti Bengkulu, Bangka Belitung, Lampung, dan Sumatera Selatan.
Menurut Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Umum Kejaksaan Agung Noor Rochmad, kendala antara lain sulit mencari alat bukti, saksi, dan lemahnya koordinasi antar-aparat penegak hukum. Saat ini, pihaknya
membangun sinergi, terutama dengan Kementerian LHK.