Menatap Masa Depan di Kampung Banti...
Kedatangan kelompok kriminal bersenjata di Kampung Banti pada Oktober 2017 sulit dilupakan warga setempat.
Apalagi gedung sekolah dasar dan SMP setempat pun
ludes dibakar pada Maret 2018. Kini, mereka
bertekad merajut masa depan.
Tinus, siswa kelas VI SD Waa Banti, berbicara sambil terisak-isak. Dia teringat saat sekolah dan kampungnya didatangi kelompok kriminal bersenjata. ”Orang berlarian. Guru-guru ada yang pingsan. Saya takut,” ujarnya.
Hari Jumat (27/4/2018), kejadian itu tepat berselang enam bulan, tetapi Tinus masih trauma. Dia masih ingat betul kedatangan kelompok kriminal bersenjata di Kampung Banti, Distrik Tembagapura, Papua, pada Oktober 2017.
Tinus adalah satu dari 38 siswa kelas VI SD Banti yang ditampung di Sekolah Taruna Papua, Timika. Sebanyak 26 siswa kelas VI kini bersiap menghadapi ujian nasional, sedangkan 12 murid kelas VI lainnya belum diketahui kabarnya meski diduga tinggal bersama keluarganya.
”(Total) murid kami ada 369 orang. Di sini hanya ada murid kelas VI karena akan ujian. Lainnya tersebar di Banti atau di tempat lain,” ujar Markus Leppang, Kepala SD Banti. Sejak akhir Oktober 2017, Markus bersama para guru dievakuasi ke Timika. Belakangan, dia mendengar sekolahnya dibakar pada 23 Maret 2018.
Ketika didatangi, Kamis (26/4), SD dan SMP Waa Banti telah ludes dibakar. Hanya tersisa tangga baja menuju lantai dua dan tiang bendera lengkap dengan bendera merah putih yang masih berkibar. Itu saja sisa dari sekolah yang pembangunannya didukung oleh PT Freeport Indonesia (FI).
Rumah Sakit Waa Banti dan sebuah mobil di sebelah sekolah juga dibakar. Sebelum dibakar, rumah sakit dengan arsitektur honai itu melayani warga pedalaman dengan fasilitas modern.
Ketika mengabadikan rumah sakit yang terbakar, tiba-tiba Kepala Penerangan Kodam XVII/Cenderawasih Kolonel Inf Muhammad Aidi membisikkan, ”Ada wajah-wajah baru yang hadir.” Kedatangan beberapa jurnalis media nasional, yang didampingi prajurit TNI/Polri, telah memancing kehadiran warga. Namun, kami tak peduli karena fokus meliput kemanusiaan.
Setelah memandang sekeliling, Kampung Banti terlihat rentan dengan serangan. Kampung, sekolah, dan Rumah Sakit Banti dibangun di lembah dengan tebing-tebing gunung terjal setinggi 300-500 meter. Menurut kitab seni perang Sun Tzu, lembah seperti itu rentan penyergapan.
Namun, melihat jurnalis, warga mencurahkan isi hatinya. Olea Dimpau (29), warga Banti, berharap rumah sakit cepat dibangun. ”Kalau tidak, orang sakit hanya bisa didoakan,” ujarnya.
Pendeta Hengki Magang punya pendapat berbeda. ”Pemda harus bangun cepat rumah warga. Rumah dulu, baru rumah sakit dan sekolah,” katanya. Kini, ada 4-5 keluarga yang mendiami satu rumah karena banyak rumah warga dibakar kelompok kriminal bersenjata.
Kepala Suku Waa Banti Kolinus Beanal juga meminta perhatian Bupati dan DPRD Mimika supaya warga dapat melanjutkan kehidupan. ”Kami sudah dilindungi (TNI/Polri). Tetapi, pertanian bagaimana? Kami ini tak bisa bernapas atau keluar (kampung),” ujarnya.
Permintaan bahkan ”orasi” warga dihadapi langsung oleh Danbrigif-20/IJK Kolonel Inf Frits Pelamonia. Frits yang juga Komandan Satgas Terpadu Penanggulangan Kelompok Kriminal Separatis Bersenjata, pada 19 April 2018, mengevakuasi guru SD dari Kampung Aroanop ke Timika.
Inisiatif pemda
Kekecewaan warga terlihat lebih banyak pada pemda. Terlebih lagi, sejak konflik merebak, Bupati belum juga menginjakkan kaki di Kampung Banti dan kampung sekitar untuk menenangkan warga. Hal ini diamini oleh Camat Tembagapura Marthinus Nubaba. ”Iya, Pak Bupati belum datang, ditunda terus,” ujarnya.
Bicara soal masa depan Kampung Banti dan warga di kampung sekitarnya, PT FI kembali menjanjikan dukungan pembangunan sekolah dan rumah sakit sepanjang keamanan sudah dijamin.
Aidi pun langsung menjanjikannya. Intensitas patroli ditambah dan akan dibangun pos di puncak-puncak bukit.
Dihubungi dari Timika, Wakil Kepala Polda Papua Brigjen (Pol) Yakobus Marjuki menjanjikan hal serupa. ”Sudah mulai aman. Juga akan dibangun Pos Terpadu TNI dan Polri,” ujarnya.
Sudah ada dukungan terhadap pembangunan rumah sakit dan sekolah. ”Namun, harus ada langkah awal atau inisiatif pemerintah dulu,” kata EVP Human Resources and Security PT FI Achmad Ardianto saat ditemui di Tembagapura.
Ditekankan oleh Ardianto, kalau semua hal dilakukan oleh PT FI, persepsinya dapat diterima dengan tidak tepat.
Di hadapan warga, Frits mengatakan, masyarakat bahkan harus ikut serta dalam pembangunan sekolah dan rumah sakit. ”Kalau ikut membangun, masyarakat juga merasa memiliki, walau perlu juga diupah,” tegasnya.
Karena warga berharap sekolah dan rumah sakit terbangun tahun ini, pemda harus bergerak cepat. Bergerak dengan proposal dan rencana detail pembangunan kembali kampung, sekolah, dan rumah sakit. Bahkan, pemda juga dapat mencari solusi atas kekerasan yang dilakukan oleh kelompok-kelompok bersenjata.
Gerak itu harus cepat karena jangan sampai pendidikan anak-anak di pegunungan ditelantarkan. Bukankah mereka itu generasi muda yang juga diharapkan dapat memajukan Papua? Dan, bukankah Kampung Banti masih bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia sehingga layak untuk kembali dibangun?