Pecinan Kanoman Berwarna
Kawasan pecinan dekat Keraton Kanoman Cirebon yang semula rawan macet dan kumuh kini ditata. Ruko-ruko dicat warna-warni. Upaya itu menegaskan keberagaman di Cirebon.
CIREBON, KOMPAS Kawasan pecinan di sekitar Keraton Kanoman, Kota Cirebon, Jawa Barat, makin meriah. Bangunan rumah toko kini dicat aneka warna. Selain mengikis kesan kumuh, warna-warni itu menegaskan keberagaman di ”Kota Wali”.
Selama ini, kawasan pecinan di Kecamatan Lemahwungkuk, 3 kilometer dari pusat kota Cirebon, dikenal sebagai daerah rawan macet dan kumuh. Selain sampah bertebaran di sekitar pedagang kaki lima dan pedagang Pasar Kanoman, bahu jalan jadi tempat parkir kendaraan.
Namun, dalam peluncuran kawasan pecinan warna-warni, Kamis (3/5/2018), kesan itu berubah. Pacific Paint, sebuah pabrik cat dan tinta, bersama Forum Pedagang Kanoman, didukung keraton, membuat sekitar 200 rumah toko dan 160 tenda pedagang kaki lima berwarna-warni.
Ruko dicat warna hijau, abu-abu, merah, hingga kuning. Sejumlah pengunjung berswafoto. Pengunjung juga antusias menyaksikan pertunjukan tari topeng dipadukan barongsai.
”Kami berharap kawasan pecinan warna-warni ini menarik minat pengunjung ke Pasar Kanoman. Mereka bisa berfoto sekaligus belanja sehingga masyarakat setempat merasakan manfaatnya,” ujar Direktur Pacific Paint Suryanto Tjokrosantoso.
Menurut Suryanto, kawasan pecinan yang dekat dengan Pasar Kanoman dipilih menjadi tempat pengecatan karena berbagai budaya dan agama berkumpul di sana. Selain pedagang keturunan Tionghoa, pedagang asal Cirebon dan daerah lain di Jabar berjualan di kawasan itu.
”Aneka warna ini bermakna bahwa kita semua bineka tunggal ika, berbeda-beda tapi tetap satu,” ucap Suryanto.
Guyub
Patih Kanoman Pangeran Raja Mochammad Qodiran mengapresiasi program pecinan warna-warni itu. Hal itu mencerminkan keguyuban masyarakat beragam asal di Cirebon, baik di kehidupan sehari-hari maupun perayaan hari besar keagamaan.
Saat ritual panjang jimat pada peringatan Maulid, ribuan orang, termasuk keturunan Tionghoa, tumpah di Pasar Kanoman. Sebaliknya, pada peringatan Cap Go Meh, keraton turut berpartisipasi pawai keliling kota.
”Pecinan warna-warni ini bentuk kepedulian terhadap kehidupan sosial, ekonomi, dan budaya di Keraton Kanoman,” ujar Qodiran. Ia berharap Pemerintah Kota Cirebon memanfaatkan potensi wisata itu dengan menggelar sejumlah festival untuk menarik wisatawan ke pecinan.
Sultan Sepuh XIV Pangeran Raja Adipati Arief Natadiningrat yang juga Sultan Keraton Kasepuhan mengatakan, sejak 600 tahun lalu, Cirebon sudah warna-warni. ”Ada berbagai suku, budaya, dan agama di sini. Cirebon dulu menjadi jalur perdagangan dari sejumlah negara, seperti India dan China,” ujarnya.
Jejak peninggalan berbagai budaya dan agama itu masih tampak di kawasan pecinan. Keraton Kanoman hanya berjarak sekitar 300 meter dengan Wihara Pemancar Keselamatan Boen San Tong yang dibangun 1849.
Toleransi antar-umat beragama, menurut dia, merupakan warisan besar pemimpin Cirebon, Syekh Syarif Hidayatullah, yang dikenal sebagai Sunan Gunung Jati, salah satu wali sanga di Jawa sejak abad ke-15. Sunan Gunung Jati juga menikah dengan Putri Ong Tien, keturunan Tionghoa. ”Hari ini mari kita angkat kembali akulturasi itu. Keberagaman akan membuat kita guyub membangun Cirebon,” ujar Arief.
Ganjar Kurnia dari Dewan Kesenian Jabar mengatakan, Cirebon dapat menjadi contoh bagi Jabar, bahkan Indonesia, bahwa keberagaman bukan masalah. ”Keberagaman bisa menjadi modal menjaga negeri sekaligus mengembangkan pariwisata berbasis kebudayaan,” katanya.
Corporate Head Marketing Pacific Paint Ricky Soesanto mengatakan, pihaknya akan memperluas kawasan pecinan warna- warni. Sebelumnya, enam kota, antara lain Tangerang (Banten) dan Ambon (Maluku), juga menerima program pemugaran kawasan seperti di Cirebon.