MALANG, KOMPAS — Guru mengaji di Kota Malang, Jawa Timur, ditahan karena diduga menyodomi tiga muridnya. Meski sudah ada bukti dan keterangan saksi, pelaku yang lulusan S-2 tersebut masih mengelak dan ngotot mengaku tidak bersalah.
M (34), seorang guru ngaji asal Nusa Tenggara Barat, harus diciduk oleh tim Reserse Kriminal Kepolisian Resor Malang Kota, Sabtu (5/5/2018), karena dilaporkan menyodomi tiga siswanya di kawasan Pondok Pesantren Faqih Usman, Jalan Pelabuhan Tanjung Perak, Kecamatan Sukun, Kota Malang, sekitar April 2018.
Selain M, polisi juga menahan AS (30), tukang bersih-bersih di Masjid Al Mahmudi yang terdapat di dalam ponpes tersebut. AS diduga juga turut melakukan pencabulan pada korban.
Tiga korban pencabulan adalah siswa SD kelas 2, 3, dan 4. Adapun pelaku adalah bujangan yang belum menikah. Kondisi korban saat ini secara umum baik. Namun, mereka terus mendapat pendampingan psikologis dari Pemerintah Kota Malang.
Peristiwa itu diungkapkan oleh Kepala Polres Malang Kota Ajun Komisaris Besar Asfuri, Rabu (9/5/2018), dalam siaran pers. Selain menunjukkan dua tersangka, polisi juga memperlihatkan sejumlah barang bukti, seperti celana panjang hitam, baju koko putih, jas hitam, sarung, dan tisu bekas pakai. Polisi juga sudah mengantongi visum korban (diketahui bahwa dubur korban telah robek).
Asfuri menjelaskan, peristiwa itu terungkap saat orangtua salah seorang korban melapor kepada polisi. Orangtua mereka mengetahui setelah anaknya menceritakan hal yang menimpanya tersebut.
Hasil penyidikan mengungkap bahwa M adalah guru ngaji tidak tetap di Ponpes Faqih Usman sejak 2017. Ia adalah jebolan (belum lulus) sarjana strata tiga di salah satu kampus di Malang. Ia kemudian diminta membantu mengajar mengaji dan tinggal di kamar yang ada pada bangunan masjid ponpes. Di masjid tersebut ada dua kamar, yaitu satu untuk M dan satu untuk AS.
”Menurut pengakuan pelaku, awalnya korban hanya bercanda biasa. Mereka lalu ditegur oleh guru ngajinya dan dikatakan akan digelitiki. Anak-anak itu mengelak dan mengatakan kalau mereka tidak gampang geli. Berikutnya, M mulai menggelitik korban, melepas celana, menciumi mereka, hingga terjadilah pencabulan itu,” kata Asfuri.
Asfuri berharap agar orangtua menemani dan mengawasi anak-anaknya, termasuk selama belajar, agar mereka tidak menjadi korban kejahatan serupa.
Kepala Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Malang Kota Iptu Tri Nawangsari mengatakan bahwa M diketahui sudah mulai mencabuli korban sejak Januari 2018 hingga April 2018. Aksi dilakukan sekitar 20 kali di kamar tidurnya di area masjid. ”Namun, hingga kini, pelaku tetap ngotot bahwa ia tidak bersalah,” kata Nawangsari.
Polisi menemukan tisu bekas untuk mengelap sperma, teronggok di luar jendela kamar M. Para korban mengaku biasanya setelah M melakukan aksinya, ia akan membersihkan sperma menggunakan tisu dan membuangnya keluar jendela kamar.
Menurut keterangan para korban, peristiwa terjadi biasanya pada hari Sabtu atau Minggu. Pada hari itu, M biasanya menganjurkan anak didiknya untuk menginap di masjid guna pendalaman pembelajaran mengaji. ”Pada saat anak-anak itu tidur, M biasanya membangunkan satu anak dan memgajaknya ke kamarnya untuk pendalaman ilmu mengaji. Di sanalah anak-anak itu dicabuli,” katanya.
Adapun AS melakukan pencabulan dengan memasukkan jari kelingkingnya ke dalam dubur korban. Hal itu dilakukan pada Desember 2017.
Akibat tindakannya itu, M dan AS dinilai melanggar Pasal 82 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan UU No 23/2002 tentang Perlindungan Anak. Keduanya diancam hukuman 5-15 tahun penjara. ”Sementara untuk M, hukumannya ditambah 1/3 denda Rp 5 miliar sebab ia pengajar yang harusnya melindungi siswanya tetapi malah mencelakakan mereka,” kata Nawangsari.