GROBOGAN, KOMPAS - Menurunnya intensitas hujan menyebabkan sejumlah sumber air di Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, mulai mengering. Kondisi ini telah berdampak adanya krisis air bersih dan lahan pertanian.
Sejumlah kecamatan yang mulai dilanda kekeringan antara lain Kecamatan Wirosari, Ngaringan, dan Kradenan. Kekurangan air bersih itu menyebabkan sebagian warga harus mendapatkan air dari sumur fasilitas umum.
Berdasarkan pantauan di sejumlah desa di Kabupaten Grobogan, Rabu (9/5/2018), petani mulai mencari air dari sumur milik warga untuk menyirami tanaman jagung demi menyelamatkan tanaman dari ancaman mati. ”Kalau masih ada hujan, saya tak terlalu sering menyirami. Namun, sudah dua hari ini hujan tidak turun. Tanaman jagung berumur dua minggu harus diselamatkan dengan cara menyirami setiap pagi dan sore,” ujar Suparjo (55) saat ditemui tengah mengambil air di sumur milik Desa Punden.
Dia mengaku terpaksa menanam jagung meski sawah di sekitarnya masih ditanami padi. Salah satunya untuk antisipasi
jika kekeringan datang lebih awal dari biasanya pada akhir Agustus, di samping tanaman jagung tidak terlalu membutuhkan banyak air, lebih tahan saat iklim mulai kering. Jagung jadi komoditas yang lebih mahal harganya ketika tak banyak petani menanam jagung.
Heru Pratikno (60), warga Kelurahan Punden, Wirosari, mengatakan, sudah sepekan ini warga di kampungnya kesulitan air bersih. Debit air dari tandon air milik kampung mengalami penyusutan. Untuk pasokan air bagi pelanggan air bersih, berjumlah sekitar 180 warga, ternyata hanya 60 persen yang memperoleh pasokan air ke rumah.
”Pelanggan air seperti saya, juga tetangga sekitar, terpaksa harus mencari air di sumur warga. Jaraknya sekitar 1 kilometer. Setiap hari keluarga saya membutuhkan sekitar 6 jeriken isi 60 liter. Kalau membeli air bersih, satu jeriken Rp 4.000,” ujarnya.
Di Sulur, Kecamatan Kradenan, Grobogan, beberapa warga mengaku sudah mengirim surat minta bantuan distribusi air bersih ke perusahaan air minum daerah di Grobogan. ”Kami sudah melayangkan surat minta bantuan air bersih. Hal ini karena untuk mendapatkan air bersih, kami mesti berjalan lebih dari 2,5 kilometer. Kami berharap pihak pemkab maupun perusahaan daerah air minum segera tanggap,” ujar Agus, warga Sulur.
Menurut Kepala Bagian Humas Pemerintah Kabupaten Grobogan Ayong Muhtarom, hujan masih sering turun meski beberapa hari terakhir ini agak jarang. Namun, jumlah desa yang warganya mulai kekurangan air bersih belum banyak dan desa yang kekeringan belum meluas.
”Belum ada laporan dari desa yang minta bantuan air bersih. Untuk desa-desa yang berada di lereng Pegunungan Kendeng bagian selatan, terutama di Tawangharjo, Wirosari, dan Kradenan, biasanya akan kekeringan akhir Agustus nanti,” ujarnya.
Pelaksana Tugas Kepala BPBD Provinsi Jawa Tengah Sarwa Pramana mengatakan, pihaknya sudah melakukan pemetaan daerah dan desa yang rawan kekeringan menghadapi musim kemarau 2018.