Nathanael (8) akhirnya mengembuskan napasnya yang terakhir kali di Rumah Sakit Bedah Surabaya pada pukul 20.13 WIB. Ia menyusul kakaknya, Ivan, yang lebih dahulu meninggal akibat ledakan bom. Minggu (13/5/2018) menjadi hari kelabu bagi keluarganya. Ibunya, Wenny, kini terbaring kritis di rumah sakit yang sama.
Duka yang mendalam juga menyelimuti semua keluarga korban. Di RS Bhayangkara, Surabaya, Erdy Mentari (61) menahan kesedihan mendalam karena ditinggal kakaknya, Derbin Ariesta (65). Belum ada kejelasan tentang kakaknya yang hilang ketika pergi ke Gereja Santa Maria Tak Bercela. Namun, Erdy meyakini jenazah seorang ibu di halaman gereja adalah kakaknya. ”Dia rajin ke gereja. Sampai siang kami tidak bisa menemukannya,” kata Erdy menahan tangis.
Bom meledak di tiga gereja di Surabaya, Jawa Timur, Minggu. Sebanyak 14 orang tewas. Jumlah korban luka mencapai 43 orang. Ledakan itu memukul seluruh sendi kehidupan masyarakat Kota Surabaya. Tidak pernah terbayangkan, hari Minggu, tiga hari sebelum Ramadhan tiba, Surabaya diguncang bom di tiga tempat ibadah di hari yang sama. Hari yang seharusnya berjalan ceria tiba-tiba berubah muram.
Satu keluarga
Bom bunuh diri pertama terjadi di Gereja Katolik Santa Maria Tak Bercela di Ngagel pada pukul 07.15 atau 15 menit sebelum misa kedua. Saat itu umat mulai berdatangan ke gereja. Tiba-tiba satu sepeda motor menerobos masuk gerbang selatan gereja. Sepeda motor itu dinaiki dua anak laki-laki yang akhirnya diketahui bernama YF (18) dan FH (16). Kendaraan itu sempat dicegah oleh relawan keamanan, tetapi kemudian meledak. Empat korban dan dua pelaku tewas akibat ledakan bom di gereja itu.
Ledakan bom tak hanya terjadi di Ngagel. Lima belas menit kemudian pada pukul 07.30, bom meledak di Gereja Kristen Indonesia (GKI) Diponegoro, Jalan Diponegoro. Petugas parkir di GKI Diponegoro, Mulyanto (53), mengatakan, awalnya ia melihat ibu dan dua anak datang dari arah Restoran Mahameru menuju ke gereja. ”Ada tiga orang: satu orang dewasa dan dua masih anak-anak. Mereka mengenakan pakaian tertutup, sepertinya perempuan,” katanya.
Mereka lalu mencoba masuk ke gereja, tetapi dicegah sekuriti. Akhirnya mereka berada di halaman parkir kendaraan yang berada di depan gereja. Tiba-tiba ledakan terjadi. Sekuriti lalu mendekati ibu dan dua anak itu untuk menolong mereka. ”Selang lima menit kemudian kembali terjadi ledakan yang lebih keras. Sekuriti terpental dan ibu dua anak itu langsung tergeletak,” kata Mulyanto.
Ibu itu akhirnya diketahui bernama Puji Kuswati (43). Dia membawa serta dua anak perempuannya, FS (12) dan PR (9). Puji diduga memasang bom dan mengajak kedua anaknya ikut dalam aksi bunuh diri yang dilakukan. Ketiganya meninggal.
Menurut Mulyanto, saat kejadian sekitar pukul 08.00 tak banyak jemaat yang berada di luar gereja. Mereka sudah berada di dalam gereja untuk kebaktian. Dalam peristiwa itu, seorang sekuriti dan dua jemaat terluka terkena ledakan bom.
Setelah bom meledak di GKI, aksi bom bunuh diri berlanjut ke Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS) di Jalan Arjuna. Menurut Antonius (52), umat GPPS, pelaku masuk ke gereja berlantai lima itu dengan menabrak 20-an sepeda motor umat yang sedang parkir. Mobil langsung menerabas pintu kaca dan masuk ke lantai satu gereja, tempat umat sedang beribadah.
Mobil menerobos
Ketika satu mobil menerobos masuk ke gereja, sekitar 200 orang sedang mendengarkan pengumuman. Umat langsung berhamburan begitu mendengar pintu kaca gereja pecah setelah ditabrak mobil. Kondisi mobil waktu itu sudah terbakar.
”Saya langsung lari keluar dan ketemu seorang perempuan berjalan sempoyongan dan tubuhnya terluka. Saya memilih menggandeng satpam yang sekujur tubuhnya sudah terbakar untuk mendekati keran air di tembok di halaman gereja. Tetapi, dalam sekejap korban langsung dibawa oleh polisi ke ambulans,” kata Antonius yang masih memakai baju bernoda darah di pagi itu.
Pengemudi mobil minibus itu diketahui bernama Dita Apriyanto (48), warga Surabaya. Saat ditemukan di mobil dalam kondisi tewas, Dita masih memeluk satu bom aktif dan satu bom tangan. Kedua bom itu kemudian diledakkan oleh tim gegana saat gereja sudah steril.
Para pelaku peledakan, menurut Kepala Polri Jenderal (Pol) Tito Karnavian, adalah satu keluarga. Dita yang meledakkan diri di GPPS adalah kepala keluarga. Ia adalah ketua jaringan Jamaah Ashaarut Daulah Jawa Timur. Adapun pelaku peledakan di GKI adalah istrinya yang juga membawa serta dua anak perempuannya. Dua pelaku lain di Gereja Santa Maria Tak Bercela adalah dua anak laki-lakinya.
Kepala Dinas Kesehatan Jatim Kohar Hari Santoso mengatakan, korban ledakan langsung dibawa ke rumah sakit terdekat dari tempat kejadian perkara. ”Semua ambulans di Surabaya disiagakan untuk mengevakuasi korban ledakan karena lokasinya lebih dari satu,” ujar Kohar. Korban luka umumnya mengalami luka bakar dan kena serpihan bom. Mereka dirawat di beberapa RS di Surabaya.
Di Minggu pagi, detak kehidupan Kota Surabaya berhenti. Insiden bom seolah membukakan mata bahwa kekerasan tak akan berujung bahagia.
Pengamanan gereja dan sejumlah lokasi strategis juga diperketat di daerah lain, seperti Malang, Jember, Banyuwangi, Serang, dan Magelang. Di Serang, sekitar 100 warga dari semua agama mengadakan Malam Renungan Perdamaian di Taman Makam Pahlawan Ciceri, Kota Serang. Mereka menyalakan lilin sebagai bentuk simpati dan dukacita mendalam untuk para korban bom yang terjadi di Surabaya. (Tim Kompas)