Penyelundupan Dipicu Disparitas Harga
Pantai timur Sumatera merupakan ”sarang” penyelundupan. Jika sebelumnya didominasi bawang merah dan pakaian bekas, kini malah narkoba yang menempati urutan teratas.
BANDA ACEH, KOMPAS Disparitas harga kebutuhan pokok dan keuntungan yang tinggi menyuburkan penyelundupan di sepanjang pantai timur Sumatera. Bahkan, Senin (14/5/2018) pagi, kapal patroli Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dengan nomor lambung BC 30005 sempat menangkap lagi satu kapal penyelundup di perairan Aceh Tamiang, Aceh. Itu berarti, dalam dua pekan terakhir ditangkap 10 kapal penyelundup dalam Operasi Patroli Jaring Sriwijaya yang digelar sejak 3 Mei 2018.
”Disparitas harga komoditas pertanian, misalnya, terlalu tinggi. Harga bawang di Thailand Rp 7.000 per kilogram, sedangkan di Aceh Rp 30.000 per kilogram. Pelaku mendapatkan keuntungan besar. Ini yang memicu dilakukan penyelundupan meski sering ada penangkapan,” kata Kepala Penindakan II Kantor BC Aceh Didik Mujiyono.
Kapal yang ditangkap Senin pagi adalah KM Satrio III ukuran 40 GT. Kapal membawa bawang merah 28 ton dan barang campuran lain. Sabtu (12/5), juga ditangkap KM Doa Ibu IV berukuran 32 GT. Kapal ini juga membawa bawang merah 6 ton, teh hijau, suku cadang mobil, dan bibit tanaman hias. Dalam operasi pada awal Mei juga ditangkap KM Doa Ibu III yang membawa tepung, gula pasir, minyak goreng, kurma, dan inai (pewarna kuku). Ada 17 tersangka yang ditahan dari tiga kapal itu.
Komandan Patroli Kapal BC 30005 Jauhari mengatakan, KM Doa Ibu IV merupakan kapal yang diduga memiliki kaitan erat dengan kapal yang ditangkap sebelumnya, yaitu Doa Ibu III. Saat penangkapan kapal Doa Ibu III, Kompas ikut berlayar di dalam kapal BC 30005.
”Kedua kapal itu membawa barang dari Thailand dan ditangkap di perairan Aceh Tamiang. Kapal itu akan merapat ke dermaga milik warga di Sungai Yu atau Pante Kerma, Kecamatan Bendahara, Aceh Tamiang,” kata Jauhari. Barang yang paling banyak diselundupkan ke Sumatera, terutama Aceh, adalah bawang merah.
Kasatmata
Dari hitung-hitungan Didik, jika penyelundupan 30 ton bawang merah berhasil diloloskan, terdapat potensi keuntungan kotor sebesar Rp 810 juta. Taruhlah diperlukan biaya operasional awak kapal dan bahan bakar plus uang pelicin Rp 300 juta, pemodal masih mendapatkan keuntungan Rp 500 juta.
Potret peredaran barang selundupan yang kasatmata di Sumatera Utara terlihat di Pasar TPO Tanjung Balai. Lebih dari 500 kios di lahan seluas sekitar 4,5 hektar menjual berbagai jenis pakaian bekas secara terbuka.
Kios-kios di Pasar TPO Tanjung Balai menjual berbagai jenis pakaian bekas mulai dari celana, kemeja, kaus, pakaian bayi, kaus kaki, topi, seprai, gorden, hingga pakaian dalam. Di pasar itu juga dijual tas, sepatu, boneka, dan mainan anak-anak. Barang-barang itu dijajakan terbuka.
Selain kios-kios pengecer, di dekat Pasar TPO, yakni di Jalan DI Panjaitan, juga terdapat grosir yang menjual pakaian bekas per karung atau sering disebut ballpress. Sekarung berisi 200-500 pakaian. Ada lebih dari 30 grosir pakaian bekas di sana. Mereka berjualan secara terbuka di pinggir jalan.
Yanti Nainggolan (45), pedagang pakaian bekas di Pasar TPO, mengatakan, hingga kini masih banyak pakaian bekas yang lolos hingga ke pasar meski patroli barang selundupan dilakukan secara gencar. ”Namun, jumlahnya memang sudah berkurang dibandingkan dengan beberapa tahun lalu saat pakaian bekas bisa masuk secara bebas,” katanya.
Semenjak patroli laut semakin ketat, kata Yanti, jumlah pakaian bekas yang masuk ke pasar terus berkurang. Akibatnya, harga jual pakaian bekas naik tiga kali lipat. Saat ini, harga kaus Rp 20.000 sampai Rp 50.000 per potong. Harga celana berkisar Rp 50.000- Rp 200.000 per potong.
Menurut Yanti, pembeli di Pasar TPO datang dari sejumlah kota, seperti Medan, Banda Aceh, Padang, Pekanbaru, dan Jambi. Saat tertentu, ada juga pembeli dari Palembang, Lampung, dan Jakarta.
Harga pakaian bekas per karung berbeda-beda berdasarkan jenisnya. Karung berisi 350 kaus berharga Rp 7 juta, karung berisi 150 potong bahan denim atau jins Rp 8,4 juta, dan karung berisi 300 potong kemeja Rp 10 juta. ”Yang paling mahal itu pakaian dalam. Satu karung berisi 1.000 potong harganya Rp 13 juta,” kata Yanti.
Kepala Seksi Penindakan dan Penyidikan Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Teluk Nibung Andry Irawan mengatakan, Pasar TPO Tanjung Balai menjadi pusat jual-beli pakaian bekas yang diselundupkan dari Malaysia.
Pakaian bekas itu masuk ke pelabuhan-pelabuhan ”tikus” di Teluk Nibung, Tanjung Balai, hingga Kabupaten Asahan. Salah satu pelabuhan tikus yang menjadi pusat masuknya pakaian bekas adalah Pelabuhan Kampung Es Dengki, Tanjung Balai. Pelabuhan itu berada di permukiman padat penduduk, hanya sekitar 1 kilometer dari Pasar TPO Tanjungbalai. Barang-barang selundupan biasanya masuk pada dini hari saat air pasang.
Selain perairan Aceh dan Sumatera Utara, peredaran barang bekas di Batam, Kepulauan Riau, dikendalikan beberapa orang. Mereka sudah dikenal di kota itu dan sudah beroperasi lama. Masing-masing mengendalikan penyelundupan barang tertentu, misalnya ada yang khusus pakaian bekas, barang elektronik, atau khusus mebel dan orang.
Kepala Bimbingan Kepatuhan dan Layanan Informasi Bea dan Cukai Batam R Evy Suhartantyo memastikan tak ada barang ilegal dari luar negeri yang masuk melalui pelabuhan-pelabuhan resmi karena diawasi dengan ketat.
Data Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menyebutkan, bawang merah dan pakaian bekas merupakan komoditas penyelundupan yang besar di Tanah Air. Pakaian bekas menduduki posisi ketiga sebesar 13 persen disusul bawang merah di peringkat ke-4 sebesar 12 persen. Komoditas penyelundupan terbesar adalah barang campuran, seperti kacang, semen, paku, dan barang pecah belah sebesar 30 persen. Disusul komoditas tembakau dan turunannya 16 persen.
Dalam setahun terakhir, kuantitas penyelundupan sebenarnya berkurang dari 405 kasus pada 2016 menjadi 299 kasus pada 2017. Namun terdapat peningkatan nilai barang dari Rp 247,4 miliar pada 2016 menjadi Rp 555,8 miliar. Kenaikan itu disebabkan peningkatan barang bukti narkotika 588,5 kilogram sabu pada 2017. Dalam kurun waktu 2016-2017, BC berhasil menyelamatkan penerimaan negara Rp 269 miliar.
Pada 2018, kasus penyelundupan yang diungkap sudah mencapai 64 kasus senilai Rp 5,34 miliar. Barang bukti terbesar dari narkoba, terutama sabu, 2,78 ton.