Pasar TPO Tanjung Balai tampak seperti lautan pakaian bekas, Selasa (8/5/2018). Pasar di Kota Tanjung Balai, Sumatera Utara, itu menjajakan pakaian bekas selundupan di ratusan kios. Di sana juga berjejer toko grosir yang menjual pakaian bekas dalam karung. Inilah pasar terbesar sekaligus pintu masuk utama pakaian bekas ke Indonesia.
Aktivitas perdagangan di pasar seluas kira-kira 300 meter x 150 meter itu tampak ramai. Di kios-kios berukuran sekitar 3 meter x 4 meter, para pedagang menjajakan berbagai jenis pakaian bekas, mulai dari celana, kaus, kemeja, hingga pakaian dalam. Ada juga sepatu, kaus kaki, topi, dan tali pinggang.
Para pembeli tampak mondar-mandir di gang sempit yang tersisa di antara pasar. Hawa panas di dalam pasar tidak menyurutkan semangat mereka untuk memilih pakaian bekas yang ditumpuk di lantai atau digantung di sekeliling kios. ”Barang bekas ini masih jadi primadona di sini. Harganya murah, kualitasnya bagus,” kata Kori Hutagaol (40), pedagang di Pasar TPO.
Selain pedagang eceran, di Pasar TPO Tanjung Balai juga ada penjual grosir pakaian bekas. Di toko grosir itu tampak pakaian bekas masih berada dalam karung-karung yang diberi nomor. Nomor itu sebagai kode jenis pakaian, apakah celana, kemeja, kaus, atau lainnya. Di jalan pasar itu juga tampak mobil pikap dan minibus sedang memuat pakaian bekas.
Kori mengatakan, Pasar TPO Tanjung Balai adalah pusat jual-beli pakaian bekas. Menurut dia, hampir semua pakaian bekas yang beredar di Indonesia berasal dari Tanjung Balai. Pembeli di pasar itu tidak hanya dari Sumatera Utara, tetapi juga dari provinsi lain, seperti Aceh, Riau, dan Sumatera Barat. ”Kadang-kadang ada juga pembeli dalam partai besar yang datang dari Jakarta,” katanya.
Penelusuran Kompas, harga pakaian bekas di Pasar TPO sangat murah dibandingkan dengan pakaian baru. Ada kios-kios yang menjual kemeja Rp 10.000 per tiga potong. Ada juga sepatu bekas Rp 15.000 per pasang.
Di pasar itu juga terdapat barang bermerek terkenal, seperti Adidas, Nike, Levi Strauss, dan Lea Jeans. Untuk barang-barang bermerek, para pedagang mematok harga lebih mahal daripada barang biasa. Sepatu bekas bermerek dijual Rp 150.000 hingga Rp 300.000 per pasang. Untuk jins bekas bermerek, harganya bisa mencapai Rp 350.000 per potong.
Harga pakaian bekas untuk pembelian partai besar lebih murah. Harga satu karung kaus berisi 350 potong mencapai Rp 7 juta, karung berisi 150 potong jins Rp 8,4 juta, dan karung berisi 300 potong kemeja Rp 10 juta. Sementara untuk pakaian dalam, harganya Rp 13 juta per satu karung berisi sekitar 1.000 potong. Harga tersebut sudah naik tiga kali lipat dibandingkan tahun lalu. Hal itu karena pakaian bekas semakin sulit didapat akibat patroli Direktorat Jenderal Bea dan Cukai di Selat Malaka yang semakin ketat.
Kepala Seksi Penindakan dan Penyidikan Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Teluk Nibung Andry Irawan mengatakan, Kota Tanjung Balai sudah puluhan tahun menjadi pintu masuk pakaian bekas ke Indonesia. Mereka pun hanya bisa melakukan penindakan saat patroli di laut. Pemerintah tidak bisa melakukan penindakan di pasar karena belum ada aturan yang melarang perdagangan pakaian bekas.
Andry mengatakan, pakaian bekas yang beredar di Indonesia merupakan bekas pakai dari Amerika Serikat, Jepang, China, Korea Selatan, dan Eropa. Di negara asalnya, pakaian bekas itu masuk kategori limbah. Pakaian bekas itu dikirim dulu ke Malaysia untuk disortir dan dikemas. ”Malaysia sendiri melarang pakaian bekas itu masuk ke pasarnya. Mereka hanya menyediakan jasa pengiriman,” ujarnya.
Andry menyebutkan, pakaian bekas itu masuk ke Tanjung Balai melalui pelabuhan-pelabuhan tikus di Teluk Nibung. Salah satu pelabuhan tikus yang paling sering digunakan untuk bongkar muat adalah Kampung Es Dengki, permukiman padat penduduk yang jaraknya hanya sekitar 1 kilometer dari Pasar TPO.