Benahi Kondisi Psikologis Warga
SURABAYA, KOMPAS Para pemangku kepentingan perlu memulihkan kondisi psikologis warga pascateror yang mengguncang Kota Surabaya. Kekhawatiran warga untuk beraktivitas di luar rumah akibat aksi teror awal pekan ini memengaruhi perekonomian lokal. Omzet industri ritel turun berkisar 50-70 persen.
Koordinator Wilayah Timur Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Abraham Ibnu, Rabu (16/5/2018), di Surabaya mengatakan, kondisi pasar ritel di Surabaya belum sepenuhnya pulih. Warga mulai kembali mendatangi pusat perbelanjaan dan gerai ritel di permukiman.
Menurut Ibnu, sepinya pembeli mengakibatkan pelaku ritel kehilangan potensi omzet hingga Rp 33,9 miliar dalam dua hari. ”Para pemangku kepentingan perlu mengembalikan kondisi psikologis warga agar perekonomian bergairah,” katanya.
Ibnu mengatakan, sepanjang Minggu-Senin, omzet ritel di Surabaya dan Sidoarjo anjlok hingga 70 persen. Penyebabnya, warga takut keluar rumah. Warga khawatir menjadi korban bom karena ada kemungkinan aksi terjadi di tempat perbelanjaan.
”Kami meminta secara tertulis kepada Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini untuk melakukan langkah pemulihan kondisi psikologis warga. Jangan sampai warga terus takut keluar rumah karena perekonomian harus terus bergerak,” ujar Ibnu.
Ritel di Surabaya dan Sidoarjo ada 1.125 unit. Rinciannya, 1.053 minimarket, 40 supermarket, 20 hipermarket, dan 12 department store. Ritel ada yang terintegrasi dengan pusat perbelanjaan ataupun berdiri sendiri.
”Penurunan omzet paling banyak terjadi di ritel yang terintegrasi dengan pusat perbelanjaan. Jika setiap hari satu department store bisa mengantongi omzet Rp 500 juta, kini tidak lebih dari Rp 200 juta,” ucap Ibnu.
Menurut Ibnu, menjelang Ramadhan hingga Lebaran seharusnya merupakan periode peningkatan omzet. Ritel mulai ramai konsumen pada H-7 hingga H-5 Ramadhan serta H-7 Lebaran hingga hari Lebaran. Warga biasanya membeli kebutuhan makanan untuk berbuka puasa dan pakaian yang akan digunakan saat Lebaran.
Namun, akibat ledakan bom pada H-4 Ramadhan, ritel menjadi sepi. Kondisi ini sebaiknya tidak terus berlanjut. Surabaya merupakan kota perdagangan dan industri. Jika pasar terus-menerus lesu, perekonomian tidak akan segera pulih.
Hal sama dinyatakan Ketua Aprindo Jatim April Wahyu Widati. ”Jangan sampai pasar ritel saat Ramadhan hingga Lebaran terus lesu karena pendapatan satu bulan ini menyumbang 33 persen pendapatan dalam setahun,” kata April.
Untuk menggairahkan pasar ritel pascateror bom, pihaknya akan melakukan kampanye berani melawan teror kepada warga. Kampanye dilakukan dengan menyebar spanduk dan baliho di sejumlah lokasi strategis di Surabaya. Penjagaan di pusat perbelanjaan diperketat untuk mencegah teroris masuk ke pusat perbelanjaan.
Regional Manager Jatim Matahari Henry Lismono mengemukakan, jika biasanya, pada siang hari, pengunjung Matahari Department Store di Tunjungan Plaza mencapai 2.000 orang, sekarang hanya sekitar 500 orang. Warga masih takut berbelanja pakaian di pusat perbelanjaan. Padahal, biasanya pusat-pusat perbelanjaan sudah ramai untuk persiapan Lebaran.
”Kami akan mengirim pesan singkat kepada pelanggan untuk meyakinkan kondisi sudah aman,” ujarnya.
Menyisir teroris
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengatakan, pemerintah kota dan kepolisian terus menyisir teroris yang tersisa untuk memastikan kenyamanan warga Surabaya. Dengan langkah tersebut, diharapkan warga kembali tenang untuk bepergian ke luar rumah, termasuk ke pusat perbelanjaan.
”Kondisi psikologis masyarakat bisa dipulihkan, salah satunya dengan memastikan tak ada lagi teroris yang tersisa di Surabaya. Pengamanan juga diperketat agar warga nyaman keluar rumah,” katanya.
Pemulihan kondisi psikologis juga akan diberikan kepada siswa yang menjadi teman sekolah dan teman bermain anak pelaku peledakan bom dengan membentuk trauma center. Psikolog akan datang ke sekolah-sekolah untuk mendampingi pemulihan kondisi psikologis teman sekelas untuk mencegah trauma ataupun stigma terhadap anak pelaku.
”Teman-teman anak pelaku teror juga menanggung beban. Mereka tidak percaya bahwa teman yang mereka kenal merupakan anak atau korban paham radikalisme dari orangtuanya,” ucap Risma.
Secara terpisah, Rektor Universitas Airlangga, Surabaya, Mohammad Nasih mengajak segenap sivitas akademika melakukan terobosan untuk mengembalikan kondisi psikologis warga Surabaya. Selama ini Surabaya dikenal sebagai salah satu kota paling aman dan toleran sehingga tradisi tersebut harus terus dijaga.
”Para dosen diminta melakukan gerakan yang dapat mengembalikan kondisi Surabaya menjadi kota yang nyaman seperti sebelum adanya teror bom. Salah satunya membentuk layanan pemulihan trauma,” ujarnya.
Perlu proses
Dosen Fakultas Psikologi Universitas Airlangga, Bagus Ani Putra, mengatakan, menyembuhkan trauma masyarakat dari teror bom membutuhkan proses lama. Namun, jika segenap masyarakat memberikan dukungan emosional dan memberikan informasi yang positif, hal itu bisa mempercepat pulihnya kondisi masyarakat Surabaya.
”Segenap warga harus menciptakan pandangan positif dengan meningkatkan kepedulian sosial tanpa mengurangi kewaspadaan,” ujar Bagus. (ODY/SYA)