Diplomasi Buku ala Indonesia
Iera Yusoff (35) tampak antre di antara puluhan orang yang menjejali paviliun Indonesia di Putra World Trade Centre, Kuala Lumpur, Malaysia, Selasa (1/5/2018) siang. Hari itu adalah hari kelima penyelenggaraan Kuala Lumpur International Book Fair 2018. Dalam kesempatan itu, penulis Indonesia, Habiburrahman El Shirazy, hadir untuk jumpa penggemar.
Di tangannya, Iera memegang enam buku karya penulis yang akrab disapa Kang Abik itu. Lima buku merupakan koleksi yang sudah lama dibeli, sedangkan satu lainnya, berjudul Cinta Suci Zahrana, baru dibelinya pagi itu.
”Sejak malam saya sudah mempersiapkan semuanya. Sejak saya belajar menulis, inspirasinya adalah Kang Abik,” kata Iera.
Ketertarikannya pada karya Habiburrahman itu membuat Iera sering datang ke sejumlah kota di Indonesia untuk bertemu penulis ataupun penyair. Dia rajin mengikuti berbagai acara literasi yang digelar di Indonesia.
Lain lagi dengan Siti Zainur Ismail, salah satu penggerak literasi di Malaysia. Minatnya pada karya-karya penyair Sapardi Djoko Damono membuatnya sabar menunggui Sapardi yang pada Sabtu (28/4/2018) tampil di paviliun Indonesia dan panggung utama Kuala Lumpur International Book Fair (KLIBF) 2018.
Saat moderator memberi kesempatan bertanya atau membaca puisi kepada pengunjung, segera saja Zainur mengacungkan tangan. ”Saya dan teman-teman sudah lama mengenal dan mengagumi puisi dan tulisan Pak Sapardi. Kami punya perkumpulan perempuan penulis dan salah seorang menggunakan nama samaran Juni,” kata Zainur yang sore itu membaca puisi ”Hujan Bulan Juni” karya Sapardi.
Jembatan hubungan
Buku memang sudah lama menjadi jembatan hubungan antara Indonesia dan Malaysia. Sejumlah buku karya Indonesia dibeli hak ciptanya oleh penerbit di Malaysia dan diterbitkan dalam bahasa Melayu Malaysia. Sebagian lagi dijual dalam bahasa Indonesia. Buku-buku itu menjadi bacaan umum. Ada juga yang menjadi bahan bacaan mata pelajaran atau kuliah sastra di sekolah dan perguruan tinggi.
Penulis-penulis Indonesia dan Malaysia serta para penerbit sejak lama pula menjalin hubungan pertemanan atau kerja sama. Itu pula mengapa dalam KLIBF tahun ini untuk pertama kalinya Malaysia mengundang Indonesia sebagai negara tamu.
Di Malaysia, KLIBF adalah pesta buku terbesar yang disambut sangat meriah dan antusias oleh warga dengan pengunjung sekitar 2 juta orang. Pameran itu digelar rutin setiap tahun sejak 1981. Tahun ini, KLIBF berlangsung pada 27 April-6 Mei 2018.
Kehadiran delegasi Indonesia dalam KLIBF ini mendapat dukungan penuh Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Ikatan Penerbit Indonesia, serta Kedutaan Besar Republik Indonesia di Kuala Lumpur. Setidaknya ada 1.000 judul buku berjumlah 10.838 eksemplar yang diboyong ke pameran ini.
Sejak dibuka, stan Indonesia di KLIBF 2018 selalu ramai dikunjungi. Sejumlah novel yang laris manis difilmkan, seperti Dilan, Ayat-ayat Cinta, Assalamualaikum Beijing, dan tetralogi Laskar Pelangi, diburu pencinta buku.
Ada pula karya sastra, seperti trilogi Hujan Bulan Juni, hingga buku-buku karya Pramoedya Ananta Toer yang juga jadi incaran. Bahkan, komik Si Juki karya komikus Faza Meonk juga mulai digemari anak-anak di Malaysia.
Sejumlah kerja sama pun ditandatangani dalam pameran ini, salah satunya penerbitan buku Harimau Harimau karya Mochtar Lubis oleh penerbit ITBM (Institut Terjemahan dan Buku Malaysia). Sebaliknya, Indonesia menerbitkan karya penulis Malaysia, Ishak Haji Muhammad, berjudul Anak Mat Lela Gila.
Ketua Pegawai Eksekutif ITBM M Khair Ngadiron mengatakan, karya-karya sastra terbaik Indonesia sudah lama hadir di sekolah menengah di Malaysia. Di antaranya Salah Asuhan karya Abdul Muis, Atheis karya Achdiat Karta Mihardja, serta karya-karya Pramoedya Ananta Toer dan Buya Hamka.
”Kerja sama kami dengan Indonesia bahkan sudah melahirkan antologi puisi dan cerpen Indonesia-Malaysia,” kata Khair.
Penghargaan dunia literasi Malaysia kepada Indonesia juga terwujud dalam ajang Anugerah Buku ASEAN yang diselenggarakan panitia KLIBF. Empat penghargaan diborong Indonesia, meliputi buku-buku karya Sapardi Djoko Damono, Andrea Hirata, dan Pidi Baiq.
Mengenali budaya
Ketua Umum Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) Rosidayati Rozalina mengatakan, kerja sama antara penerbit Indonesia dan Malaysia diharapkan tak berhenti pada sekadar jual-beli buku dan hak cipta. ”Buku menjadi ajang mengenali budaya dan berbagai aspek dari kedua negara serta sarana mempererat hubungan. Buku-buku pertanian, misalnya, cukup diminati sehingga bisa dilanjutkan menjadi kerja sama pelatihan di bidang pertanian,” kata Rosidayati.
Dalam catatan Ikapi, sejak 2012 sudah lebih dari 1.000 judul buku yang dijual di Malaysia, yang sebagian di antaranya berupa penjualan hak cipta. Dibandingkan negara lain, Malaysia punya kelebihan karena bahasa Indonesia lebih mudah diterima.
Abdul Wahab bin Ibrahim, Direktur Sekretariat Tetap Majlis Buku Kebangsaan Malaysia, mengatakan, pameran dengan melibatkan negara tamu memiliki arti penting bagi hubungan antarnegara. ”Kami berharap kerja sama ini terus terjalin. Kami akan melakukan usaha yang terbaik untuk ikut mempromosikan kreativitas dari negara tamu,” kata Abdul saat pembukaan KLIBF.
Wakil Kepala Bekraf Ricky Josef Pesik mengatakan, Indonesia sedang menggalakkan industri penerbitan Tanah Air. Keikutsertaan Indonesia dalam pameran buku di luar negeri bukan hanya ajang memperkenalkan buku dan penulis, melainkan juga Indonesia.
”Buku adalah hulu dari berbagai sektor terkait kreativitas. Menjual buku adalah menjual kreativitas dan mempromosikan banyak hal. Karena itu, kami berharap dari buku terjalin kerja sama dalam banyak hal lain,” ujar Ricky.
Pendekatan buku pun mulai dirintis menjadi ajang diplomasi membicarakan berbagai masalah bersama untuk kebaikan bersama.
Komikus Faza Meonk bahkan sudah memikirkan membuat edisi baru Si Juki dengan kisah petualangan Juki di Malaysia. Bisa jadi, dalam komik tersebut, Juki akan bertemu Upin dan Ipin dalam pengembaraan di kedua negara. (RENY SRI AYU)