Penelitian Jejak Arkeologi Masyarakat Batak Terus Dilakukan
Oleh
Nikson Sinaga
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Balai Arkeologi Sumatera Utara terus melakukan penelitian untuk mengungkap kehidupan masa lalu, asal-usul, dan jalur migrasi masyarakat Batak yang masih penuh tanda tanya. Penelitian dipusatkan di Samosir, tempat yang menurut cerita rakyat merupakan tempat leluhur masyarakat Batak.
”Untuk menelusuri relung-relung masa lampau di Samosir, penelitian arkeologi dilakukan sejalan dengan penelitian genetika, geologi, kebudayaan, dan sejarah,” kata Kepala Balai Arkeologi Sumatera Utara Ketut Wiradnyana, dalam diskusi bersama Toba Writer Forum di Medan, Jumat (18/5/2018).
Penelitian arkeologis di Samosir, kata Ketut, telah dimulai sejak tahun 1990. Balai Arkeologi Sumut telah melakukan beberapa kali penggalian untuk mencari tinggalan arkeologis dan budaya.
Penelitian terbaru Balai Arkeologi Sumut adalah penggalian di Desa Sianjur Mulamula, Kecamatan Sianjur Mulamula, Samosir, akhir April lalu. Penelitian yang dipimpin Taufiqurrahman, peneliti Balai Arkeologi Sumut, itu menggali di lokasi yang dalam cerita rakyat diyakini sebagai permukiman Si Raja Batak. Ada 11 petak yang digali dengan kedalaman lapisan hingga 60 sentimeter.
Ketut mengatakan, para peneliti menemukan fitur bekas lubang tiang rumah sebanyak 26 buah pada lapisan kedalaman 50-60 sentimeter yang diperkirakan berusia 1.000 tahun. Hal itu menunjukkan di Sianjur Mulamula sudah ada masyarakat yang bermukim pada masa itu. Untuk memastikan usia permukiman tersebut, masih dilakukan metode penanggalan radiokarbon.
Selain fitur tiang rumah, penelitian itu juga menemukan tinggalan arkeologis lainnya di lapisan kedalaman yang sama antara lain umpak batu atau alas tiang rumah, pecahan tembikar, dan manik-manik.
Ketut mengatakan, mereka saat ini meneliti lebih lanjut tentang temuan tembikar karena jenisnya dinilai unik. Tembikar itu berlapis slip merah sekaligus ada hiasan berupa corak garis. ”Biasanya tembikar itu berjenis berslip merah saja atau berhias corak saja. Jarang ada tembikar yang sekaligus berslip merah dan berhias corak,” ujarnya.
Berdasarkan keunikannya itu, Ketut menduga tembikar yang diperkirakan berusia 600 tahun itu diproduksi masyarakat lokal. Hasil penelitian terakhir ini, menurut Ketut, adalah titik penting untuk menelusuri jejak arkeologis masyarakat Batak. Penelitian arkeologis sebelumnya baru menemukan tinggalan berusia 200 hingga 600 tahun.
Penelitian tersebut melengkapi penelitian arkeologi yang sudah dilakukan sebelumnya. Balai Arkeologi Sumut pada 2014 sudah meneliti di Sianjur Mulamula dan menemukan bekas pematang sawah berusia 600 tahun. Penelitian juga sudah pernah dilakukan di perkampungan tua Situs Pagar Batu di Kecamatan Simanindo. Dari hasil penelitian terungkap penelitian itu baru berusia sekitar 200 tahun.
Pegiat budaya Batak, Thompson HS, mengatakan, penelitian arkeologis di Samosir sangat penting untuk mengungkap sejarah masyarakat Batak. Penelitian itu menggali tinggalan arkeologis sekaligus mengungkap kebudayaan masyarakat Batak di masa lalu.
Thompson mengatakan, penelitian-penelitian arkeologi masih harus terus dilakukan berbarengan dengan penelitian kebudayaan. Penelitian secara menyeluruh dapat mengungkap jalur migrasi dan penyebaran masyarakat Batak.
”Hasil penelitian arkeologis yang menunjukkan permukiman tertua ada di Sianjur Mulamula sejalan dengan cerita rakyat masyarakat Batak yang menyatakan permukiman pertama Si Raja Batak ada di Sianjur Mulamula,” ujar Thompson.