PONTIANAK, KOMPAS — Masyarakat diharapkan jangan menghabiskan energi untuk bertikai. Fokuslah pada tantangan yang dihadapi melalui pengembangan sumber daya manusia yang mampu menghadapi tantangan zaman.
Penjabat Gubernur Kalimantan Barat Dodi Riyadmadji, dalam apel Hari Kebangkitan Nasional, Senin (21/5/2018) di Pontianak, mengatakan, dewasa ini ada kekuatan yang hendak merusak persatuan dan kesatuan. Padahal, sekarang merupakan masa-masa yang menentukan bagi bangsa Indonesia.
Indonesia akan menghadapi bonus demografi. Untuk menghadapi itu, perlu adanya pengembangan sumber daya manusia (SDM) agar bonus demografi itu bisa mendatangkan manfaat bagi negara ini. Maka, perlu mendorong dunia pendidikan, misalnya membuka jurusan-jurusan baru, baik di perguruan tinggi maupun menengah.
”Pada saat yang sama pula, generasi muda atau generasi milenial terpapar masifnya kemajuan teknologi digital di berbagai bidang. Hal itu juga memiliki peluang dan ancaman yang sama. Kemajuan teknologi digital akan menjadi ancaman jika penduduknya hanya pasif atau pengguna. Namun, akan bermanfaat jika bisa menjadi pemain,” kata Dodi.
Saat ini tidak sedikit anak muda yang kreatif memanfaatkan kemajuan teknologi digital. Hal itu menjadi ladang baru bagi mereka dengan memanfaatkan pasar yang ada untuk mengembangkan usaha.
Setiap tantangan itu hendaknya dimaknai untuk mengembangkan diri dan merebut peluang dengan meningkatkan kapasitas. Apalagi, sekarang sudah tidak cukup lagi mengandalkan sumber daya alam yang terbatas. Sementara SDM masih sangat luas peluangnya untuk dikembangkan.
”Sekarang ini harusnya Indonesia bisa lebih maju karena hampir memiliki segalanya. Berbeda dengan para pejuang yang dulu berjuang dengan kondisi serba keterbatasan. Namun, mereka bisa bersatu di tengah perbedaan dan mencapai cita-cita yang diharapkan,” kata Dodi.
Pakar pendidikan dari Universitas Tanjungpura Pontianak, Aswandi, menilai, untuk meningkatkan kapasitas SDM, sejumlah aspek dalam pendidikan perlu direvitalisasi. Pertama, pendidikan karakter terkait bagaimana kesadaran hidup bersama dan karakter dalam bekerja.
Kedua, meningkatkan kompetensi dalam bermitra atau berkolaborasi. Kemudian, meningkatkan literasi yang tidak hanya pada masalah kemampuan membaca dan menulis, tetapi juga bagaimana menempatkan pendidikan kebudayaan melalui pendidikan multikultural menjadi penting.
”Tenaga pendidik, khususnya di daerah, masih belum sadar tentang apa yang akan dihadapi ke depan. Mereka hanya menjalankan tugas rutin mengajar. Pola pengajaran tidak bertumpu pada penyiapan SDM menghadapi tantangan ke depan,” kata Aswandi.