SURABAYA, KOMPAS — Gubernur Jawa Timur Soekarwo mengingatkan warga untuk bangkit dan menyongsong kehidupan yang lebih baik. Hari Kebangkitan Nasional yang diperingati dalam upacara, Senin (21/5/2018), di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, perlu dijadikan pejaka berharga oleh warga untuk tidak pernah menyerah.
Peringatan itu seharusnya dilaksanakan pada Minggu (20/5/2018) yang merupakan memorandum Hari Kebangkitan Nasional. Namun, peringatan atas pendirian organisasi pergerakan Boedi Oetomo pada 20 Mei 1908 atau tepat 110 tahun lalu jatuh pada hari libur. Upacara diundur sehari kemudian.
Peringatan Hari Kebangkitan Nasional kian bermakna dan meninggalkan kesan dalam bagi peserta karena sepekan sebelumnya Surabaya, ibu kota Jawa Timur, dilukai teror bom. Horor berdarah terjadi pada Minggu (13/5/2018) di tiga gereja dan pada Senin (14/5/2018) di Polrestabes Surabaya.
Teror bom meninggalkan ruang duka yang dalam. Publik hidup dalam kecemasan dan ketakutan. Tidak jauh berbeda yang dirasakan oleh rakyat Nusantara yang hidup di era pemerintahan kolonial Hindia Belanda ketika Boedi Oetomo didirikan. Lebih dari seabad lalu, kalangan terdidik memulai pergerakan yang menginspirasi dibukanya jalan menuju Proklamasi pada 17 Agustus 1945. Kini, kalangan warga berupaya bergerak dan bangkit dari ”kegelisahan” yang ditinggalkan oleh teror bom.
”Kunci untuk kebangkitan adalah persatuan dan kesatuan rakyat,” ujar Soekarwo seusai upacara berziarah ke makam Dr Soetomo Pahlawan Nasional di Jalan Bubutan bersama Forum Komunikasi Pimpinan Daerah Jawa Timur. Soetomo merupakan salah satu pendiri Boedi Oetomo.
Turut hadir dalam ziarah ialah mantan Gubernur Jawa Timur Imam Utomo, Kepala Kepolisian Daerah Jawa Timur Inspektur Jenderal Machfud Arifin, Panglima Komando Daerah V/Brawijaya Mayor Jenderal Arif Rahman, Gubernur Akademi Angkatan Laut Laksamana Muda Wuspo Lukito, dan Kepala Staf Komando Armada II Laksamana Pertama ING Sudihartawan.