Indahnya Seni Budaya Osing Banyuwangi
Isun iki seneng temenan
Rasane koyo sing serantan
Sun angen-angen yo sampek
lendem
Isun impen-impenen
Penggalan lagu Osing berjudul ”Impen-Impenan” tersebut dilantunkan dengan lancar oleh Custadio Dos Santos e Silva. Tak hanya bernyanyi, ia juga memainkan alat musik angklung Banyuwangi yang dipukul menggunakan dua bilah bambu.
Tak sempurna memang, maklum lagu khas Banyuwangi tersebut dinyanyikan oleh remaja yang lahir dan besar di Timor Leste. Namun, upaya Enato, nama panggilan Custadio Dos Santos e Silva, patut diacungi jempol. Baru sebulan tinggal di Banyuwangi, penguasaan bahasa Indonesia-nya cukup baik.
Bahkan, saat ditanya dalam bahasa Inggris, Enato menjawab pertanyaan dalam bahasa Osing, bahasa asli Banyuwangi.
”Arane Isun Enato, asli seko Timor Leste. Suparane (sepurane) bahasa Osingku durung pati lancar. Kesuwun (Nama saya Enato, asal dari Timor Leste. Maaf bahasa Osing saya belum terlalu lancar. Terima kasih),” ujarnya.
Enato merupakan satu di antara 12 mahasiswa yang tergabung dalam program Beasiswa Seni Budaya Indonesia (BSBI). Program beasiswa tahunan Pemerintah Indonesia itu menjaring mahasiswa berpotensi dari seluruh dunia untuk diberi kesempatan belajar budaya Indonesia. Para mahasiswa antara lain berasal dari Timor Leste, Jepang, Fiji, Benin, Bulgaria, Azerbaijan, India, dan Kamboja. Bersama mereka ada satu mahasiswa Indonesia yang ikut belajar seni budaya di Banyuwangi, yakni Giovanno Sondakh dari Universitas Pattimura, Ambon.
Selasa (1/5/2018), ke-12 mahasiswa itu serius berlatih di Wisma Atlet Banyuwangi sebelum tampil di Indonesia Channel di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Juli mendatang.
Lagu-lagu tradisional Banyuwangi dibawakan dengan apik sambil memainkan alat musik tradisional berupa gamelan, angklung, trutuk, dan patrol. Mereka juga mengolaborasikan alat musik modern saksofon untuk mengiringi lagu-lagu dangdut, misalnya ”Jaran Goyang”.
Tak hanya bernyanyi dan bermain musik, mahasiswa asing itu juga menari dan mengenakan baju tradisional Banyuwangi. Di akhir penampilan, mereka mengucapkan selamat Hari Pendidikan Nasional yang jatuh pada 2 Mei.
Tertarik dan betah
Enato mengaku senang bisa tinggal dan belajar banyak hal di Banyuwangi. Kehidupan sosial dan budaya yang ia pelajari membuat dia betah. ”Kami baru sebulan tinggal di Banyuwangi, masih ada dua bulan lagi untuk belajar seni dan budaya Banyuwangi. Sepulang dari Indonesia, saya akan mempromosikan segala yang telah saya pelajari ini di Timor Leste,” ujarnya.
Enato mengaku bangga bisa mempromosikan seni dan budaya bangsa yang pernah menjadi bagian sejarah negaranya. Ia berharap bisa mengambil peran dalam membangun hubungan baik antara Indonesia dan Timor Leste.
Hal senada disampaikan peserta BSBI dari Azerbaijan, Arsu Murdova. Gadis itu sangat tertarik dengan budaya Banyuwangi. Dia mengaku memutuskan memilih Banyuwangi sebagai lokasi belajar seni dan budaya setelah melihat video tentang Banyuwangi di Youtube.
”Saya sangat suka dengan tari Gandrung. Kostumnya sangat bagus dan tariannya sangat indah. Saya berharap bisa belajar banyak dan menguasai tarian dan tradisi Banyuwangi sebelum program ini selesai,” kata Arsu.
Arsu mengakui, banyak perbedaan antara budaya Indonesia dengan budaya Eropa dan Turki yang selama ini ditemui di sekitarnya. Perbedaan itu yang membuat ia tertarik mempelajari dan mengenal sesuatu yang baru dalam hidupnya.
Sepulang ke negaranya, Arsu berharap bisa mengajar tari-tarian tradisional yang ia pelajari di Indonesia. Ia berharap bisa menampilkan tarian yang ia pelajari di depan masyarakat Azerbaijan.
”Di negara saya ada agenda tahunan Indonesian Cultural Festival. Saya ingin bisa mengajarkan tarian-tarian tradisional Banyuwangi ke anak-anak Azerbaijan dan menampilkan tarian itu di Indonesian Cultural Festival di Azerbaijan,” katanya.
Selain Enato, Arsu, dan 10 mahasiswa asing yang belajar budaya di Banyuwangi, masih ada 72 mahasiswa dari 60 negara yang disebar di sejumlah daerah di Indonesia untuk misi yang sama. Deputi Direktur Direktorat Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri Indonesia Devdy Risa mengatakan, peserta BSBI disebar keenam daerah, yakni Makassar, Denpasar, Yogyakarta, Kutai Kartanegara, Banyuwangi, dan Padang.
”Banyuwangi kami pilih karena kami melihat perkembangan seni budayanya menonjol. Kami menggandeng Sanggar Sayu Gringsing Banyuwangi untuk mengenalkan seni khas Banyuwangi kepada mereka,” katanya.
Keterlibatan sanggar seni, menurut Devdy, dibutuhkan agar para mahasiswa asing dapat melihat langsung tumbuhnya seni dan budaya daerah setempat. Melalui sanggar seni, para mahasiswa asing dapat belajar secara intens langsung dari pelaku seni.
Dalam suatu kesempatan, Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas menyampaikan apresiasi terhadap program yang bertujuan untuk memperkenalkan Indonesia lewat budaya ini.
”Diplomasi budaya semacam ini merupakan salah satu cara yang efektif untuk mengenalkan Indonesia kepada dunia. Mereka adalah mahasiswa terpilih, yang tentu memiliki potensi besar untuk bercerita positif tentang Indonesia,” kata Anas.
Kewarganegaraan mereka boleh jadi asing, tetapi para mahasiswa itu kini menjadi duta budaya Indonesia.