Pemerintah Kota Surabaya membuat sistem pemantauan warga berbasis aplikasi. Diharapkan, terorisme-radikalisme cepat dicegah.
SURABAYA, KOMPAS - Guna mengantisipasi pergerakan teroris di Surabaya, Jawa Timur, Pemerintah Kota Surabaya membuat sistem pemantauan aktivitas warga berbasis aplikasi. Ketua rukun tetangga dan rukun warga serta pengurus rumah ibadah diminta melaporkan aktivitas warga yang dikategorikan menyimpang.
Pemantauan berbasis aplikasi, menurut Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, diperlukan agar pelaporan dari ketua RT/RW semakin mudah. Kemudahan itu diharapkan bisa meningkatkan interaksi pengurus RT/RW dengan warganya. Mereka harus mengetahui aktivitas warga di lingkungan tempat tinggal dan langsung melaporkan ke Pemkot Surabaya.
”Ketua RT/RW harus mengetahui kehidupan warganya serta mendeteksi secara dini perilaku dan tindakan yang menyimpang dari ajaran agama dan negara,” kata Risma, Rabu (23/5/2018), di Surabaya.
Menurut Risma, deteksi dini teroris di Surabaya seharusnya bisa dilakukan mengingat dua keluarga peledak bom di tiga gereja dan Markas Polrestabes Surabaya, yakni Dita Oepriyanto (42) dan Tri Martiono, adalah warga Surabaya. Sementara pelaku yang bomnya meledak di rumahnya di Rusunawa Wonocolo, Sidoarjo, yakni Anton Ferdiantono (35), juga tercatat sebagai warga Surabaya.
”Dari informasi ketua RT setempat, keluarga peledak bom memiliki kebiasaan yang berbeda, seperti ketika beribadah datang di akhir dan menghindari sosialisasi dengan warga sekitar,” ujar Risma.
Aktivitas dan kebiasaan tersebut nantinya harus dilaporkan melalui aplikasi yang dinamakan Sipandu (Sistem Informasi Pantauan Penduduk). Aplikasi tersebut harus dimiliki semua ketua RT/RW dan bisa diunduh di gawai dengan sistem Android. Nantinya, ketua RT/RW akan menerima username dan password dari kelurahan karena aplikasi ini tidak bisa diakses warga umum.
Dalam aplikasi itu, ketua RT/RW harus mendata warga yang pindah dan datang di lingkungannya. Penduduk Surabaya dan pendatang juga harus dipilah agar data itu makin akurat. Ketua RT/RW juga harus memasukkan data pribadi warga, seperti SIM, KK, dan KTP.
”Selain ketua RT/RW, saya juga meminta pengurus rumah ibadah ikut melaporkan aktivitas jemaatnya. Mereka diminta memantau aktivitas ceramah dan diskusi di rumah ibadah masing-masing untuk mendeteksi pengajaran paham radikalisme,” ucap Risma.
Kepala Polrestabes Surabaya Komisaris Besar Rudi Setiawan meminta warga ikut berperan aktif mencegah berkembangnya terorisme dan paham radikalisme di Surabaya. Jika ada warga berperilaku menyimpang, diharapkan ketua RT/RW setempat langsung melaporkan ke polisi. ”Jangan segan atau takut melapor. Nanti polisi yang akan bergerak,” kata Rudi.
Menurut Rudi, pencegahan aksi terorisme tidak hanya bisa dilakukan oleh kepolisian, tetapi harus melibatkan peran aktif warga. Sebab, warga lebih tahu kondisi sekitarnya. ”Terorisme dan radikalisme bukan hanya masalah pemerintah, melainkan masalah bersama sehingga harus ada peran warga dalam pencegahannya,” ujarnya.