BUNGKU, KOMPAS - Ketua DPRD Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, Irwan Arya ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana pemilihan. Ia diduga terlibat aktif dalam kampanye salah satu pasangan calon peserta pemilihan kepala daerah tanpa mengajukan cuti. Ia terancam pidana paling lama 6 bulan penjara.
”Penetapan tersangka (atas Ketua DPRD Morowali) betul setelah kami membahasnya sesuai mekanisme di Sentra Penegakan Hukum Terpadu,” kata Ketua Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) Morowali Ruslan di Bungku, Kamis (24/5/2018), saat dihubungi dari Palu.
Sentra Penegakan Hukum Terpadu terdiri dari Panwaslu, kepolisian, dan kejaksaan di kabupaten. Forum itu menggodok sebuah laporan atau temuan untuk menentukan apakah hal itu berkategori tindak pidana pemilihan atau tidak.
Ruslan menjelaskan, kasus tersebut bermula saat Irwan mengikuti kampanye pasangan calon peserta Pilkada Morowali nomor urut 3, Syarifudin Hafid-Haerudin Zen, pada 22 April. Kegiatan Irwan saat itu dipantau anggota Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan. Ia aktif menerima pasangan calon, mengumpulkan calon pemilih lanjut usia, dan memberikan amplop kepada mereka. Pasangan Syarifudin-Haerudin diusung Partai Demokrat dan PAN. Irwan merupakan anggota Fraksi Partai Demokrat DPRD Morowali.
Setelah diklarifikasi, Irwan tidak mengantongi izin cuti untuk kampanye tersebut. Berdasarkan regulasi, ia seharusnya cuti karena berkualifikasi sebagai pejabat negara atau pejabat daerah.
Tindak pidana yang menjerat Irwan diatur dalam Pasal 71 Ayat 1 UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU No 1/2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No 1/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota. Pasal itu menyebutkan, pejabat negara, pejabat daerah, pejabat aparatur sipil negara, anggota TNI/Polri, dan kepala desa/lurah dilarang membuat keputusan menguntungkan atau merugikan pasangan calon tertentu. Pelanggaran atas Pasal 71 Ayat 1 diatur dalam Pasal 188 regulasi yang sama dengan ancaman paling lama 6 bulan penjara dan atau denda paling banyak Rp 6 juta.
Saat dikonfirmasi, Irwan enggan menjelaskan kasusnya. Ia menyebutkan saat ini dirinya kurang sehat sehabis mengalami kecelakaan lalu lintas. ”Maaf, ya, nanti saja,” ujarnya.
Di Pontianak, Bawaslu Provinsi Kalimantan Barat sedang mengkaji dugaan adanya ujaran kebencian dan ancaman di media sosial. Hal itu akan disikapi secara serius agar pilkada berlangsung aman dan damai.
Komisioner Bawaslu Kalbar Faisal Riza, kemarin, mengatakan telah mendapat informasi terkait adanya dugaan ujaran kebencian itu. Ujaran kebencian itu dilakukan perorangan terhadap salah satu pasangan cagub dan cawagub Kalbar melalui media sosial.
”Kami masih mengkaji hal itu. Kalau kajiannya sudah selesai, akan dibawa ke pleno. Dari pleno itu akan ditentukan apakah akan dilimpahkan kepada kepolisian jika melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau ditindak dengan Undang-Undang Pemilu,” ujarnya.
Bawaslu masih perlu mendalami pula sejumlah hal, misalnya apakah pihak yang mem-posting ujaran kebencian itu benar sebagai tim kampanye. Namun, jika bukan tim kampanye, apakah dia warga Kalbar atau tidak.
Bawaslu juga menemukan status di akun media sosial berisi ancaman dari simpatisan salah satu pasangan calon kepala daerah kepada pihak tertentu. Namun, Bawaslu masih kesulitan menemukan alamat oknum yang mem-posting status itu.
”Masih adanya ujaran kebencian dan ancaman di media sosial menunjukkan ada masalah dalam rasionalitas politik,” ujar Faisal.