PALANGKARAYA, KOMPAS — Radikalisme harus ditangkal dengan gerakan cinta kasih. Tanpa itu, pemahaman yang salah dan gerakan terorisme akan semakin subur. Penceramah memegang peranan penting untuk menyebar virus positif kepada umat beragama.
Hal itu disampaikan pastor pengganti Romo Frans Sani Lake dalam sebuah ibadah di Gereja Katedral Paroki Santa Maria Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Minggu (27/5/2018).
Frans mengungkapkan, gerakan terorisme yang marak terjadi beberapa waktu belakangan justru harus menjadi pemicu kepada pribadi masing-masing untuk introspeksi diri. Melihat kembali apakah umat sudah mengamalkan ajaran cinta kasih dari agamanya masing-masing atau belum.
”Kalau mereka (teroris) membuat bom, kita juga buat bom, tetapi bom cinta kasih. Kita ledakan rasa cinta dan kasih kita kepada semua orang di sekitar kita, bukan untuk menimbulkan penderitaan, melainkan kebahagiaan,” kata Frans.
Frans juga mengimbau agar masyarakat tidak terpancing dengan kejadian-kejadian penyerangan di beberapa daerah. Ia berharap dan percaya di Kalimantan Tengah, gerakan radikalisme tidak tumbuh subur.
Frans mengungkapkan, perilaku radikalisme yang menjadi dasar terorisme bertindak berasal dari pemaham yang salah. Perilaku mereka menunjukkan sebuah eksekusi dari keyakinan yang menyimpang.
”Karena, tak ada agama yang mengajarkan demikian. Kalau mereka bilang itu dasarnya ini dan itu, maka itu hanya pembenaran mereka,” ujar Frans.
Hal yang sama diungkapkan Ketua Pengurus Wilayah Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Nahdlatul Ulama Kalimantan Tengah M Roziqin. Menurut dia, pemuka agama harus turun gunung melihat persoalan ini dari bawah.
”Dalam hal memahami ayat, pemuka agama harus bersama-sama membangun keberagamaan yang inklusif dan menolak eksklusifitas serta membudayakan dialog lintas agama,” ujar Roziqin.
Menurut dia, di Indonesia dan Kalimantan Tengah, khususnya, banyak dihuni ulama yang moderat. Namun, selama ini justru banyak ulama yang cenderung membiarkan ulama yang menyebar intoleransi berkembang.
”Masalahnya, mereka (ulama) diundang oleh jemaah, dan jemaah juga tidak tahu latar belakang ulama tersebut,” ungkap Roziqin.
Virus radikalisme, menurut Roziqin, mulai menyasar pada generasi milenial. Oleh karena itu, harus ada gerakan atau tindakan penangkal di dalam institusi pendidikan.
”Misalnya saat masa orientasi mahasiswa baru, harus diperhatikan siapa saja yang memberikan materi, tidak bisa sembarangan orang. Latar belakangnya juga harus diperhatikan,” ucap Roziqin.