Berkah Lebaran, Berkah Asian Games
Jelang Lebaran adalah hari-hari meraup rezeki bagi mereka yang bekerja di sektor jasa, produksi oleh-oleh, dan cendera mata. Mereka bekerja lembur untuk tambahan penghasilan demi membahagiakan keluarga.
Bagi sebagian kalangan, Lebaran adalah saat yang ditunggu untuk meraup untung. Mereka tak gentar bekerja lebih keras dari biasanya demi membahagiakan keluarga.
Hari sudah berganti, tetapi Tantan (29) masih sibuk mencetak warna-warni cat sablon pada kaus berkelir biru muda. Tangan kiri memegang cetakan sablon. Tangan kanan meratakan cat. Gerakannya cepat. Dia sudah terbiasa melakukan, selama hampir setengah umurnya.
Namun, kali ini berbeda. Ia sedang menyambut berkah Lebaran yang datang setahun sekali. Studio sablon di kawasan Sawah Kurung, Kota Bandung, tempatnya bekerja kebanjiran order. Ketimbang pulang dan tidur di rumah, ia pilih tawaran kerja lembur. Hampir sejak sebulan lalu, siang dan malam tak ada bedanya baginya.
”Jarang lihat matahari. Berkah ini tak akan datang dua kali dalam setahun. Karena itu, kesempatan ini harus saya ambil,” kata warga Majalaya, Kabupaten Bandung, di studio berukuran 16 meter x 12 meter itu.
Mulai bekerja pukul 10.00, ia hanya rehat sekitar 4 jam saat sahur dan buka puasa serta shalat. Tantan tak punya waktu banyak. Ada 300 helai kaus yang harus disablon dengan 10 cat berbeda. Semakin banyak kaus yang ia sablon, semakin besar penghasilan yang ia dapat. Bersama dua rekan, ia dibayar Rp 1.500-Rp 2.500 per kaus.
”Waktunya tidak banyak, pagi nanti kaus harus diserahkan ke tukang jahit. Ratusan pesanan lain juga menunggu untuk diselesaikan,” kata Tantan. ”Selesai 300 kaus ini, sudah ada pesanan dengan jumlah sama. Saya lakukan dengan senang hati demi tambahan rupiah. Sudah tujuh tahun saya lembur jelang Lebaran seperti ini.”
Jelang Lebaran adalah salah satu momen yang ditunggu penyablon seperti Tantan. Mereka kebanjiran pesanan. Jumlah pesanan bisa 10 kali lipat lebih banyak ketimbang bulan biasa. Konsumennya toko baju ternama hingga penjual baju via daring. Upahnya menggiurkan.
”Saya bisa mengantongi uang tambahan Rp 1 juta-Rp 1,5 juta, lebih besar dibandingkan bulan biasa. Uangnya saya belikan baju baru, kue, hingga zakat untuk lima anggota keluarga saya,” kata Tantan.
Tantan tidak sendiri. Ia bekerja bersama Agus Supian (19), rekannya dari Majalaya. Agus bertugas membuat cetakan dan mengeringkan cat pada kaus yang telah diwarnai Tantan. Ia belajar sablon sejak empat tahun lalu.
Meski tinggal di Majalaya, salah satu sentra tekstil nasional, tak mudah bagi Tantan dan Agus mendapat pekerjaan. Praktik jual-beli lowongan kerja di pabrik lazim terjadi.
”Tetapi, kalau di sini modalnya hanya kemauan belajar. Tidak perlu bayar, malah dibayar,” katanya. Seperti Tantan, Agus punya semangat baja jelang Lebaran. Pesanan kaus berapa pun diterima demi tambahan penghasilan Rp 1 juta-Rp 2 juta per orang dalam sebulan.
”Saya ingin membahagiakan keluarga. Setidaknya ada sedikit yang bisa saya berikan saat Lebaran,” ujar Agus.
Tak terasa Subuh pun datang. Tak ada yang bisa menghentikan otot tangan Tantan bekerja, hanya azan Subuh yang membuatnya istirahat. Alat pencetak sablon diletakkan, tangan yang terkena cat dicuci, dan dia bersiap shalat.
”Doanya selalu sama, minta diberi kesehatan agar bisa terus membahagiakan keluarga,” kata Tantan selepas shalat.
Setelah doa dipanjatkan, Tantan kembali mengambil alat cetak sablon. Cat pun kembali dibalurkan di kaus biru hingga berwarna-warni.
Antisipasi
Pada umumnya pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah di sejumlah daerah mulai mengantisipasi lonjakan permintaan pada masa Lebaran sejak sebelum Ramadhan.
”Sekarang sudah mulai goreng (singkong) karena 10 hari sebelum Lebaran, stok sudah harus siap,” kata Tenten (52) dari bagian pemasaran Bintang Jaya Kripik Balado 4x7 yang memproduksi dan menjual berbagai macam makanan khas Minang di daerah Belakang Olo, Padang Barat, Kota Padang, Jumat (25/5/2018).
Berdasarkan pengalaman tahun lalu, lonjakan permintaan mulai terjadi 10 hari jelang Lebaran dan 10 hari setelah Lebaran. Menjelang Lebaran, permintaan berasal dari masyarakat yang bekerja di Padang dan hendak mudik ke kampung halaman. Adapun setelah Lebaran, permintaan datang dari warga Minang yang mudik dan akan kembali ke rantau.
Untuk mengantisipasi lonjakan permintaan, pihaknya meningkatkan produksi dengan menambah bahan baku. Singkong, misalnya, dari biasanya 20 karung menjadi 25 karung per hari. Proses penggorengan singkong pada hari biasa hanya tiga kali seminggu, menjelang masa mudik dan Lebaran dilakukan setiap hari. Bahan baku lain seperti gula juga meningkat, dari biasanya 2 karung menjadi 3-4 karung per hari.
Berkah Asian Games
”Sebenarnya bisnis kuliner pada masa mudik dan Lebaran selalu meningkat. Bahkan, cukup untuk menutup beberapa tagihan. Kalau hari-hari biasa, paling hanya satu tagihan,” kata Harti Ningsih dari bagian pemasaran Rumah Rendang Padang di Jalan Ahmad Yani, Padang.
Rumah Rendang Padang juga menyiapkan stok sejak jauh-jauh hari. Apalagi mereka juga melayani pemesanan dari luar Sumbar seperti Jakarta dan Denpasar.
Tak hanya kuliner, peningkatan pemesanan terjadi pula di bidang perhotelan. General Manager Hotel Santika Radial Palembang Sarmad mengatakan, jelang Lebaran okupansi hotel bisa mencapai 85 persen.
Jelang Lebaran, tamu yang datang adalah mereka yang ingin singgah sementara di Palembang setelah perjalanan jauh. Selain itu, tamu datang dari luar Palembang yang ingin berkunjung ke tempat kerabat.
Khusus tahun ini, tingkat kunjungan dipengaruhi oleh kedatangan atlet dan ofisial yang melakukan pemusatan pelatihan di Jakabaring, Palembang. ”Ini merupakan dampak positif dari Asian Games,” ujar Sarmad.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Perdagangan Sumatera Selatan Yustianus mengatakan, momen Lebaran memberikan dampak positif bagi pelaku usaha di beberapa sektor, terutama sektor perdagangan dan jasa.
Penjualan pempek yang melonjak, misalnya, menandakan adanya pergerakan ekonomi. Hal itu meningkatkan daya-beli dan perekonomian daerah itu pun terdongkrak.