YOGYAKARTA, KOMPAS — Gunung Merapi di perbatasan Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah kembali meletus, Jumat (1/6/2018) pukul 08.20. Letusan tersebut diperkirakan terjadi karena tekanan gas vulkanik yang terlepas dari magma di Merapi. Namun, berdasarkan pengamatan, letusan tersebut belum mengakibatkan magma Merapi keluar ke permukaan.
”Letusan ini karena pelepasan gas vulkanik. Produk magma Merapi belum keluar,” kata Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kasbani, Jumat (1/6/2018), di Yogyakarta.
Berdasarkan data Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG), letusan Merapi pada Jumat memiliki durasi 2 menit, tinggi kolom letusan 6.000 meter di atas puncak, dan amplitudo 77 milimeter. Letusan tersebut mengakibatkan hujan abu di sejumlah wilayah lereng Merapi.
Letusan pada Jumat itu terjadi setelah tujuh hari Merapi tidak mengalami letusan. Sebelum letusan itu, pada 21-24 Mei 2018 Gunung Merapi mengalami delapan kali letusan. Letusan-letusan yang terjadi relatif kecil dan hanya menghasilkan hujan abu dan pasir di wilayah sekitar Merapi.
Rangkaian letusan itu terjadi setelah adanya letusan freatik pada 11 Mei 2018. Namun, sejak Jumat hingga Kamis (25-31/5/2018), Merapi tidak mengeluarkan letusan.
Kasbani menyatakan, letusan pada Jumat pagi menunjukkan aktivitas vulkanik Merapi masih relatif tinggi. Dia menambahkan, letusan itu juga menjadi indikasi bahwa Merapi tengah menuju proses erupsi magmatik. Namun, letusan itu belum membuat magma Merapi keluar ke permukaan.
”Belum terpantau ada magma yang keluar. Magma masih ada di bawah,” ungkap Kasbani.
Saat ini, status Merapi masih Waspada (Level II). Oleh karena itu, BPPTKG merekomendasikan masyarakat tidak beraktivitas dalam radius 3 km dari puncak Merapi.