DENPASAR, KOMPAS - Maraknya pencemaran sampah di wilayah pesisir dan laut di Bali dikhawatirkan berdampak buruk terhadap aktivitas pariwisata setempat. Sejauh ini wisatawan mulai mengeluhkan banyaknya sampah plastik dan non-organik di sejumlah lokasi wisata.
Konsul Jenderal Australia di Bali Helena Studdert menyatakan sering menerima keluhan dari masyarakat Australia yang berkunjung ke Indonesia, khususnya ke Bali, mengenai polusi sampah. ”Kami memberikan perhatian atas masalah (sampah) itu, selain sebagai perwakilan Australia, juga karena adanya lebih dari 1 juta warga Australia yang berwisata ke Indonesia setiap tahun,” kata Studdert di Pantai Biaung, Kota Denpasar, Bali, Sabtu (2/6/2018).
Studdert mengatakan, pencemaran pesisir dan laut akibat sampah terjadi secara global, termasuk di Indonesia. Sebuah hasil riset menempatkan Indonesia sebagai penghasil sampah laut terbesar kedua di dunia setelah China. ”Ini tentu mengkhawatirkan,” ujarnya.
Survei Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) Kementerian Lingkungan Hidup di 18 kabupaten dan kota di Indonesia pada tahun 2017 menunjukkan, total sampah laut diperkirakan mencapai 1,2 juta ton. Komposisi sampah laut berukuran makro (berukuran lebih dari 2,5 sentimeter) didominasi plastik 31,44 persen dan kayu 29,75 persen. Adapun di Kabupaten Badung, yang turut disurvei Ditjen PPKL pada 2017, komposisi sampah laut didominasi kayu 64,22 persen dan plastik 13,90 persen.
Pegiat lingkungan dan Direktur ecoBali Recycling Ketut Merta Adi menyatakan, pencemaran pesisir dan laut akibat sampah, khususnya sampah plastik menjadi isu negatif terhadap Bali. Bahkan, Merta juga mengaku pernah menerima keluhan dari wisatawan tentang tercemarnya pantai di Bali.
”Kondisi itu tentunya memprihatinkan. Jadi, perlu kampanye terus-menerus tentang dampak sampah, tidak hanya menjadi masalah kesehatan, tetapi juga menjadi ancaman pariwisata Bali,” ujar Merta.
Terkait upaya membangun kesadaran warga dan mempromosikan pengelolaan sampah, Konsulat Jenderal Australia di Bali mengadakan program Waste to Wealth di Bali dan Nusa Tenggara Barat. Program itu bertujuan mempromosikan praktik pariwisata ramah lingkungan di Bali dan NTB.
Dalam program Waste to Wealth di Bali, pihak Konjen Australia di Bali melibatkan seniman lingkungan hidup dari Australia, John Dahlsen, untuk mengadakan lokakarya bertema pengolahan sampah sebagai karya seni bersama seniman Institut Seni Indonesia, Denpasar, Senin (4/6). Selain itu, Konjen Australia di Bali juga mengadakan seminar tentang Waste to Wealth di Kuta, Badung, pada Selasa.
Sementara di Pantai Biaung, Denpasar, Sabtu, Studdert bersama staf Konjen Australia di Bali dan 100 sukarelawan dari sejumlah komunitas lingkungan mengadakan pembersihan pantai. Terkumpul sekitar 350 kilogram sampah non-organik dan sampah organik. Komunitas itu, antara lain, Trash Hero, Komunitas Nuduk Sampah Plastik, dan ecoBali Recycling. (COK)