Jalur Tambang Freeport di Tembagapura Kembali Dibuka
Oleh
Fabio Costa
·2 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — PT Freeport Indonesia kembali membuka jalur utama tambang di Mil 55 hingga Mil 66, Distrik Tembagapura, Kabupaten Mimika, Papua, pada Rabu (6/6/2018). Jalur ini pada Selasa (5/6/2018) ditutup akibat penembakan terhadap konvoi delapan bus karyawan PT Freeport Indonesia oleh orang tak dikenal di Mil 60.
Kepala Kepolisian Daerah Papua Inspektur Jenderal Boy Rafli Amar, saat ditemui di Jayapura, Rabu siang, mengatakan, jalur tersebut ditutup untuk kepentingan olah tempat kejadian perkara. Adapun insiden penembakan konvoi bus karyawan PT Freeport Indonesia terjadi pada pukul 10.45 WIT.
Kejadian bermula ketika delapan bus sedang melintasi Mil 60, ada tembakan dari atas bukit. Tembakan mengenai kaca depan bus pada urutan keenam. Bus ini dikemudikan Refly Palit, karyawan subkontraktor PT Freeport Indonesia. Tidak ada korban dalam peristiwa ini.
”Saat ini tim Satuan Tugas Terpadu Polri dan TNI masih menyisir area sekitar lokasi penembakan untuk mengejar para pelaku,” kata Boy.
Boy menyatakan, aktivitas penambangan PT Freeport Indonesia di Tembagapura kembali berjalan normal. ”Kami menjamin keselamatan karyawan. Situasi di Tembagapura masih kondusif,” katanya.
Vice President Corporate Communications PT Freeport Indonesia Riza Pratama memastikan tidak ada karyawan yang terluka terkait peristiwa tersebut. ”Akses jalan tambang utama antara Mil Pos 58 dan Mil Pos 66 ditutup sementara karena aparat kepolisian bekerja untuk mengamankan area tersebut,” katanya.
Dari catatan Kompas, konflik antara aparat keamanan dan kelompok kriminal bersenjata sejak 21 Oktober 2017 hingga kini menyebabkan tiga aparat keamanan gugur, yakni 2 anggota Brimob dan 1 anggota TNI. Selain itu, terdapat pula 7 aparat dari satuan Brimob Polda Papua dan 5 warga sipil yang mengalami luka-luka akibat terkena tembakan.
Pelaksana Tugas Kepala Perwakilan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Papua Frits Ramandey mengatakan, negara harus hadir di Tembagapura untuk menghentikan konflik berkepanjangan antara aparat keamanan dan kelompok kriminal bersenjata itu. ”Kasihan warga, khususnya kaum perempuan dan anak-anak, yang sering menjadi korban konflik,” ujarnya.