PALANGKARAYA, KOMPAS — Pengawasan terhadap kegiatan restorasi gambut pada kawasan konsesi di Kalimantan Tengah masih minim karena hanya dilakukan dari pusat. Tim Restorasi Gambut Daerah (TRGD) belum berfungsi karena diisi oleh orang-orang yang memiliki tugas pokok lain di daerah.
Isu itu terungkap dalam diskusi memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia, Selasa (5/6/2018). Diskusi yang diprakarsai oleh Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalteng itu dilaksanakan sejak Minggu (3/6/2018) sampai Rabu (6/6/2018).
Sekretaris Dinas Kehutanan Kalteng Achmad Zaini mengungkapkan, monitoring dan evaluasi pada perusahaan selama ini belum berjalan efektif di daerah. Menurut dia, TRGD belum berfungsi dan baru aktif menjalani kegiatan restorasi di daerah dengan didukung dana Rp 86 miliar.
”Kegiatan restorasi yang dilakukan TRGD berada di kawasan di luar konsesi karena di dalam konsesi adalah tanggung jawab pemegang izin. Ini yang perlu dan harus dilakukan pengawasan,” ujar Achamd Zaini di sela-sela diskusi, Rabu.
Zaini mengungkapkan, TRGD Kalteng baru bisa aktif berkegiatan pada tahun ini. Pihaknya mendapatkan anggaran Rp 86 miliar untuk 15 paket kegiatan, termasuk membangun 2.260 sumur bor dan 1.244 sekat kanal.
TRGD Kalteng, kata Zaini, memiliki target merestorasi seluas 700.000 hektar. Namun, jumlah itu belum termasuk dengan lahan gambut yang berada di dalam kawasan konsesi.
”Namun, kegiatan restorasi yang dilakukan perusahaan disesuaikan dengan kondisi wilayahnya masing-masing, tidak seperti yang kami lakukan, yakni pembasahan, penanaman kembali, dan revitalisasi, atau 3R,” kata Zaini.
Zaini menjelaskan, perusahaan diwajibkan membuat sumur bor, tetapi tidak melakukan revegetasi atau penanaman kembali. Sementara untuk revitalisasi, wajib dilakukan perusahaan untuk masyarakat yang hidup di sekitar wilayah konsesi.
Menanggapi hal tersebut, Sekretaris Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Kalteng Halind Ardi mengungkapkan, pihaknya berkomitmen untuk melakukan restorasi gambut di wilayah konsesi sesuai dengan petunjuk pemerintah. Pihaknya juga selama ini sudah menekankan hal yang sama kepada setiap anggota Gaoki Kalteng.
”Kami berupaya untuk menjaga agar wilayah kami itu tidak terbakar. Tidak hanya itu, bahkan di sekitar kami pun kami bantu dengan fasilitas yang ada,” kata Halind di Palangkaraya, Kamis (7/6/2018).
Meski demikian, pihaknya masih keberatan dengan aturan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2014 soal tinggi muka air lebih dari 40 sentimeter. Menurut dia, hal itu sulit dilakukan apalagi saat musim kemarau.
”Kami memahami hal itu untuk mencegah lahan gambut tidak terbakar. Itu yang kami lakukan yaitu menjaga lahan tidak terbakar. Namun, kalau membuat tinggi muka air 40 sentimeter terus, itu tidak mungkin,” kata Halind.