INDRAMAYU, KOMPAS - Penyaluran kartu tani di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, dinilai belum tepat sasaran. Problem ini serius, karena kepemilikan kartu tani menjadi syarat petani untuk mendapatkan pupuk bersubsidi, serta kredit usaha.
”Ada yang bukan petani, tetapi mendapat kartu tani. Bahkan, yang sudah meninggal masih dapat juga,” ujar Ketua Kelompok Tani Eka Warna, Taslan (46), Sabtu (9/6/2018).
Ironisnya, menurut Taslan petani asal Sliyeg, Indramayu, itu, dari 70 anggota kelompoknya, baru seperempat petani yang memiliki kartu tani. Selebihnya, termasuk Taslan, belum punya. ”Saya sudah mendaftar sejak 2017. Tapi, belum dapat juga. Kami khawatir tidak bisa dapat pupuk bersubsidi lagi,” ujar Taslan.
Kartu tani diterbitkan bank BUMN dan dapat digunakan petani untuk mendapatkan pupuk bersubsidi, serta fasilitas program pemerintah lainnya, seperti kredit usaha rakyat. Untuk mendapatkan pupuk bersubsidi, pemilik kartu tani pergi ke kios resmi dan bertransaksi di situ.
Menurut Taslan, karena masih dalam tahap uji coba, petani kini masih dapat mengakses pupuk bersubsidi, meski tanpa kartu tani. Namun, ia khawatir, saat kartu tani ditetapkan jadi syarat utama mendapatkan pupuk bersubsidi, petani tanpa kartu tidak bisa mendapatkannya.
Pupuk urea bersubsidi, misalnya, dijual Rp 1.800 per kilogram. Harganya lebih murah ketimbang urea nonsubsidi yang mencapai Rp 4.000 per kg. Dia mencontohkan, dengan luas sawah 2 hektar, dibutuhkan 8 kuintal urea. Artinya, tanpa subsidi pupuk, petani harus menyiapkan Rp 3,2 juta. Sementara dengan pupuk subsidi, dibutuhkan biaya hanya Rp 1,4 juta.
”Ini belum termasuk kebutuhan pupuk lainnya, seperti NPK, SP36, ZA, dan organik. Untuk itu, kami berharap, ke depannya penyaluran kartu tani lebih tepat sasaran,” ujarnya lagi.
Harus didaftar ulang
Wakil Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Indramayu Sutatang menambahkan, Pemkab Indramayu harus segera mendaftar ulang pemilik kartu tani. Penyaluran kartu tani seharusnya tidak salah sasaran jika ada evaluasi terus-menerus di lapangan.
Menurut Sutatang, jika petani harus membeli pupuk nonsubsidi, biaya produksi akan makin membengkak. KTNA Indramayu mencatat, untuk mengolah satu hektar lahan hingga panen, dibutuhkan Rp 9,5 juta. Padahal, dua tahun lalu, ongkos produksi masih Rp 7 juta per hektar.
Sekretaris Dinas Pertanian Indramayu Takmid menepis dugaan distribusi kartu tani yang salah sasaran. Dia mengatakan, penyalurannya sudah sesuai dengan data yang ada.
Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno, saat berkunjung Indramayu, Kamis lalu, mengatakan, kewirausahaan petani dengan program seperti KUR dan kartu tani terus didorong. (IKI)