”Sanggringan” di Malam Ke-23 Ramadhan

Seusai shalat Ashar, warga dari sejumlah daerah berdatangan ke Masjid Jami’ Sunan Dalem di Desa Gumeno, Kecamatan Manyar, Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Mereka ingin menikmati menu berbuka yang istimewa dengan masakan bernama kolak ayam alias sanggring. Menu itu hanya didapati setahun sekali, setiap malam 23 Ramadhan. Ahmad Yunus (30), warga Pucuk, Kabupaten Lamongan, menilai, rasa kolak ayam memang aneh. Rasa manis, legit, dan gurih perpaduan dari daging ayam, jinten, gula merah, santan kelapa, dan bawang daun malah membuatnya ketagihan. Rasa kolak ayam unik dan istimewa karena isinya ayam, bukannya pisang, labu, atau singkong.

Tahun ini ada 224 ayam yang disembelih. Kesibukan warga mulai terjadi sejak hari ke-21 Ramadhan saat menyembelih ayam. Panitia juga menyiapkan 700 kilogram gula merah, 230 kg bawang daun, 40 kg jinten, 600 butir kelapa untuk santan, dan 1.140 liter air untuk memasak kolak ayam. Bahan-bahan itu dimasak sejak pagi pada hari ke-22 Ramadhan. Kokinya laki-laki, di antaranya Fadelan (70), Saekan (66), Makim (62), Tohari (63), Mad Sokhan (65), Abud (30), dan Fiki Firmansyah (40).

Sokhan dan Fadelan adalah juru masak terlama. Juru masak tidak dipilih sembarangan, setiap tahun hanya dipilih satu orang untuk regenerasi. Kolak ayam merupakan tradisi sejak era Sunan Dalem, putra Sunan Giri, yang mengembangkan Islam di Gumeno. Makanan khas ini muncul saat Sunan Dalem sakit yang cukup lama. Setelah dicarikan obat ke mana-mana belum juga sembuh. Dirinya malah mendapat petunjuk dari Allah lewat mimpi agar warga membuat masakan untuk obat dirinya.

Keesokan harinya warga membawa seekor ayam jago berumur setahunan ke masjid. Ayam itu disembelih dan dimasak dengan santan kelapa, jinten, gula merah, dan bawang daun. Setelah masakan itu matang, Sunan Dalem meminta dimasakkan ketan. Makanan itu disantap bersama-sama saat berbuka puasa, tepat malam ke-23 Ramadhan. Sunan Dalem pun sembuh. Tradisi itu diteruskan dan disebut sanggringan. Sanggring dari kata sang artinya ’raja’ dan gring berarti ’sakit’. Dalam riwayat lain, Didik Wahyudi, penulis buku saku Sejarah Berdirinya Masjid Sunan Dalem, Tradisi Kolak Ayam Desa Gumeno, menyebutkan proses memasak kolak ayam pertama terjadi pada 22 Ramadhan 946 Hijriah bertepatan dengan 31 Januari 1540 Masehi.

Kolak ayam berasal dari kata kholakul ayyam artinya ’mencari berhari-hari’. Sunan Dalem mencari nama yang pas untuk makanan yang dijadikan jamu itu sampai berhari-hari dan belum menemukan nama yang pas. Maka diberilah nama kolak ayam.

Kolak ayam juga menjadi magnet untuk mendatangkan dan mempertemukan dari sejumlah daerah untuk buka bersama. Tradisi kolak ayam menjadi sarana yang menyatukan berbagai kalangan. (Adi Sucipto Kisswara)