Tradisi dan budaya orang Indonesia terkait bulan suci Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri yang menunjukkan kemuliaan bangsa adalah peninggalan leluhur yang mesti diteruskan dan dipertahankan generasi penerus.
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Said Aqil Siroj menyebutkan hal itu di sela-sela tasyakuran peresmian studio NU Channel di Gedung PBNU, Jakarta, Kamis (31/5) malam.
Ia mencontohkan tradisi itu dengan saling memberikan maaf pada saat Lebaran. ”Luar biasa (tradisi di Indonesia). Oh, (misalnya) halalbihalal. Itu di Arab enggak ada itu. Di Arab tidak ada halalbihalal, hanya di Indonesia, yakni setiap Lebaran saling memaafkan,” kata Said.
Demikian pula tradisi dan budaya lain yang mengajak pada kebaikan yang berasal dari warisan para leluhur serta penting untuk diteruskan dan dipertahankan. Sebab, menurut dia, orang yang tidak berbudaya dapat dipandang sebagai orang yang tidak bermartabat.
”Dalam bahasa agamanya, itu (adalah) orang jahiliah,” ujar Said.
Said yang menghabiskan masa kecil di Desa Kempek, Cirebon, Jawa Barat, lalu mengingat salah satu tradisi pesantren bernama pengajian pasaran yang dilakukan saat Ramadhan. Pada momen itu, para alumnus dan bahkan yang sudah menjadi kiai pulang kembali ke pesantren untuk turut dalam tradisi tersebut.
Pengajian pasaran merupakan kesempatan mengkaji sejumlah kitab yang berbeda dibandingkan dengan kitab-kitab yang dikaji di luar bulan suci Ramadhan. Selain itu, Ramadhan juga lekat dengan tradisi untuk khatam (menamatkan) bacaan kita suci Al Quran secara beramai-ramai.
Bagi Said, Ramadhan juga berarti berkah untuk menuntut ilmu yang menjadi lebih besar. Ia mencontohkan dengan ayat-ayat suci Al Quran yang lebih mudah dihapalkan saat Ramadhan dan sejumlah bacaan besar yang justru diselesaikannya saat Ramadan.
Ia mencontohkan hal itu seperti buku tentang sejarah Islam dalam 13 jilid yang ditulis dalam bahasa Arab atau sejumlah syair Arab, seperti barzanji, diba’, dan burdah, yang dihapalnya saat Ramadhan.
Ramadhan juga dilihat Said sebagai kesempatan yang sangat baik untuk mengoreksi dan mengevaluasi diri. Bagaimana ibadah puasa yang praktiknya tidak bisa diketahui orang lain bisa dijalani dengan tulus dan ikhlas.
”(Jika sudah berpuasa) berarti sudah termasuk dalam kelompok orang yang tulus dan ikhlas. Tinggal itu kita pelihara (pada bulan-bulan di luar Ramadhan),” sebut Said.