Empat Cara Universitas Brawijaya Tangkal Radikalisme
Oleh
Dhalia Irawati
·2 menit baca
MALANG, KOMPAS — Badan Nasional Penanggulangan Terorisme menyebut Universitas Brawijaya Malang sebagai salah satu kampus yang terpapar radikalisme. Berikut ini pandangan rektor terpilih UB 2018-2022 Nuhfil Hanani untuk menangkal paham radikal menggerogoti sivitas akademika.
Pandangan Nuhfil Hanani tersebut disampaikan saat menjadi pembicara di acara diskusi bertema ”Strategi Kebangsaan Mengatasi Radikalisme di Universitas", Senin (11/6/2018), pada diskusi lintas generasi di Sekretariat PGK di Jakarta Selatan.
Siaran pers pandangan Rektor Universitas Brawijaya atas strategi menangkal radikalisme diberikan pada Selasa (12/6/2018).
Dalam paparannya, Nuhfil menyebut bahwa sivitas akademika terpapar paham radikal dikarenakan dua sebab, yaitu internal (psikologis yang labil sehingga mudah terpengaruh), serta faktor eksternal, yaitu terpengaruh faham radikal karena sentimen emosional ingin ikut jihad melihat penindasan kaum Muslim, kesenjangan ekonomi, pemahaman agama keliru, dan sebagainya.
Untuk mencegah hal itu menggerogoti sivitas akademika Universitas Brawijaya, rektor terpilih tahun 2018-2022 tersebut:
1. Profiling sivitas akademika untuk mengetahui pandangan dosen, tenaga administrasi, dan mahasiswa atas paham radikal. Hal ini akan menjadi langkah awal untuk menentukan model pendampingan.
2. Membentuk psychology center, yaitu wadah pemberian konsultasi dan pendampingan bagi sivitas akademika Universitas Brawijaya yang mengalami masalah psikologi.
3. Menggelar diskusi terbuka, yang bertujuan memberi ruang bebas bagi sivitas akademika membahas agama dan ideologi-ideologi penting. Diskusi ini diharapkan memberikan pemahaman komprehensif tentang agama dan ideologi sehingga bisa terhindar dari kesalahan pemahaman.
4. Monitoring. Hal itu dilakukan untuk mencegah kajian radikalisme yang bersifat eksklusif melalui pengajian-pengajian kelompok kecil (halaqoh).
”Dalam mengatasi gerakan radikal, UB juga menggunakan empat pendekatan dalam strategi penangkalan radikalisme di kampus, yaitu pendekatan sosiologis, keamanan, akademik, dan psikologis,” kata Nuhfil.
Pendekatan sosiologis adalah dengan mendampingi kegiatan keagamaan di kampus, membina UKM dalam rangka menangkal radikalisme, serta memberdayakan organisasi ekstra, seperti HMI, PMII, dan IMM, untuk turut mengembangkan diskusi terbuka akan pemahaman agama dan ideologi.
Adapun pendekatan keamanan, misalnya dengan melakukan pendekatan intelijen guna mendeteksi gejala radikalisme di kampus, memberdayakan menwa dan pramuka di kampus, serta memberi pelatihan bela negara untuk meningkatkan jiwa kebangsaan.
Adapun pendekatan akademik dilakukan dengan menguatkan nilai-nilai Pancasila dalam kegiatan belajar mengajar, membangun kurikulum yang menanamkan jiwa kebangsaan dan toleransi, serta menguatkan sistem pembimbingan akademik mahasiswa.
Dan terakhir, mengenai pendekatan psikologis, akan dilakukan dengan pendampingan terhadap sivitas yang menghadapi permasalahan kejiwaan yang mengarah pada radikalisme, memberikan bimbingan konseling kepada kelompok aktivitas mahasiswa, serta internalisasi nilai-nilai kebangsaan pada setiap kegiatan kemahasiswaan.