PONTIANAK, KOMPAS - Pembentukan badan usaha milik desa di Kalimantan Barat dinilai lamban. Sejak program dana desa bergulir pada 2015, jumlah BUMDes yang terbentuk belum signifikan. Penyebabnya, sumber daya manusia di desa dan peran pendamping desa belum optimal.
Anggota Komisi XI DPR, Michael Jeno, di Pontianak, Senin (11/6/2018), mengatakan, bersama mitra kerja Komisi XI DPR, yakni Kementerian Keuangan, Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan, serta Badan Pemeriksa Keuangan, pihaknya melakukan monitoring implementasi dana desa di Kalbar, Mei 2018. Pemantauan dilakukan di Kabupaten Sambas, Bengkayang, Ketapang, dan Kayong Utara.
”Kami bertemu 600 kepala desa dari empat kabupaten itu. Dari 600 desa, yang sudah memiliki BUMDes masih di bawah 10 persen. Padahal, kabupaten-kabupaten ini tergolong besar dengan jumlah desa banyak, tapi BUMDes yang terbentuk baru sedikit,” katanya.
Menurut Jeno, BUMDes diperlukan karena dana desa selain untuk membangun infrastruktur desa juga untuk memberdayakan masyarakat desa serta perekonomian. Menurut Jeno, desa di Kalbar masih sulit membangun BUMDes karena kondisi sumber daya manusia di desa belum memadai. Peran pendamping desa juga belum optimal. Kinerja pendamping desa seharusnya bisa lebih maksimal untuk mendorong desa membentuk BUMDes.
Jeno menyarankan, pendamping untuk fokus membangun BUMDes di lima desa dalam satu kabupaten. Desa-desa itu nantinya menjadi contoh bagi desa lain. BUMDes dibangun sesuai dengan keunggulan desa, misalnya usaha perikanan, peternakan, dan pariwisata.
Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa Provinsi Kalbar Alexander mengatakan, BUMDes yang terbentuk baru 10-15 persen dari 2.031 desa di Kalbar. Ia menargetkan, pada 2019 BUMDes terbentuk di 60-70 persen desa di Kalbar.
Setiap bulan ia memonitor perkembangan para pendamping desa. Sebagian besar pendamping desa sekarang sudah lebih baik daripada beberapa tahun sebelumnya. ”Masih ada sebagian kecil pendamping desa yang kinerjanya belum optimal. Ada juga desa yang tidak mau didampingi pendamping,” kata Alexander.
Guru Besar Ilmu Ekonomi Universitas Tanjungpura, Pontianak, Eddy Suratman, mengatakan, tidak harus ada satu BUMDes di setiap desa. Kalau di desa itu tidak ada sektor unggulan, lebih baik fokuskan dana untuk pembangunan infrastruktur dasar. Untuk membentuk BUMDes, yang perlu dilakukan awal adalah membimbing kepala desa untuk memahami potensi desa.