Ridho (7) berkali-kali menguap saat duduk lesehan di teras swalayan di Plumbon, Cirebon, Jawa Barat, Sabtu pekan lalu. Matanya merah menahan kantuk. Waktu menunjukkan pukul 21.30 WIB. Namun, rumah kakek neneknya masih jauh.
Ridho bersama ayahnya, Agustina (34), dan ibunya, Charti (30), dalam perjalanan mudik ke Purbalingga, Jawa Tengah. Mereka berangkat dari Cipayung, Jakarta Timur, menggunakan sepeda motor matik. Ridho duduk di tengah, di antara ayah dan ibunya.
Sepeda motor yang digunakan cukup sarat dengan beban. Di depan, tempat pijakan kaki, ada kardus dan bundelan plastik hitam. Di belakang, ada dua tas yang disangga dengan tiang kayu dan diikat dengan tali karet dari ban dalam sepeda motor. ”Tadi, berangkat dari Jakarta pukul 06.00. Ini sudah lewat pukul 21.00. Kalau di rumah, memang sudah waktunya Ridho tidur,” ujar Agus.
Dari Jakarta sampai Cirebon, mereka menempuh waktu lebih dari 15 jam dengan beberapa kali berhenti. Setiap tahun, Agus dan keluarga mudik ke Purbalingga. Tujuannya adalah bertemu dan bersilaturahim dengan keluarga. Ridho sudah diajak mudik sejak usia 3 tahun.
Sepeda motor menjadi pilihan moda karena mereka enggan terjebak macet, bisa singgah di mana saja, dan biayanya lebih ekonomis. Pada mudik Lebaran seperti sekarang, lanjut Agus, ongkos kendaraan travel Jakarta-Purbalingga minimal Rp 350.000 per orang. Itu belum termasuk biaya makan selama perjalanan.
”Kalau naik motor, dari Jakarta ke Purbalingga untuk bertiga paling habisnya cuma Rp 250.000. Itu sudah komplet makan dan membeli bensin,” katanya.
Sukron (36) yang membawa istri dan anaknya mudik ke Tegal, Jawa Tengah, beralasan sama. Pekerja industri di Karawang, Jawa Barat, itu menyebutkan, dari Karawang ke Tegal paling hanya dua kali mengisi bahan bakar minyak (BBM). Sekali mengisi BBM biasanya Rp 30.000. ”Itu tidak hanya cukup sampai Tegal, tetapi juga bisa buat muter-muter Tegal selama beberapa hari,” ujar Sukron.
Selain itu, lanjutnya, mudik menggunakan sepeda motor lebih cepat daripada moda transportasi darat lain. Dari Karawang ke Tegal menggunakan sepeda motor membutuhkan waktu 4 jam, sedangkan dengan kendaraan travel bisa 6 jam.
Penuh risiko
Perjalanan mudik dengan sepeda motor melewati jalur pantai utara (pantura) Jawa itu penuh risiko. Agus pernah bernasib apes dua tahun lalu. Dia terjatuh dari sepeda motor lantaran lelah dan kurang konsentrasi.
Ketika melalui jalur pantura Jakarta-Cirebon menggunakan sepeda motor, Kompas merasakan perjalanan itu penuh risiko. Truk dan bus berkecepatan tinggi kerap nyaris menyerempet. Tak jarang pula mereka membunyikan klakson keras yang mengagetkan.
Perjalanan mudik itu juga terasa panjang dan melelahkan. Jalur pantura yang tergolong bagus tidaklah nyaman dilalui. Meski jarang menjumpai lubang, di sana-sini banyak tambalan aspal yang membuat permukaan jalan menjadi tidak rata dan bergelombang.
Pada malam hari, jalur pantura terasa angker. Di beberapa daerah sepi dan lampu jalan bertenaga surya tidak menyala. Padahal, saat siang, matahari di jalur pantura bersinar terik hingga suhu di permukaan mencapai 35 derajat celsius.
Kementerian Perhubungan memprediksikan jumlah pemudik sepeda motor tahun ini sebanyak 8,33 juta atau naik 30,44 persen dari tahun lalu. Jumlah kecelakaan pada arus mudik Lebaran 2017 tercatat 3.168 kasus dengan 742 korban meninggal. Lebih dari 70 persen korban yang meninggal itu adalah pemudik sepeda motor.
Pemerintah berupaya mengurangi pemudik sepeda motor melalui mudik gratis. Tahun ini kuotanya sebanyak 245.329 orang dan 40.446 sepeda motor. Kendati kuotanya sedikit, mudik gratis dapat menekan angka kecelakaan sebesar 30 persen pada tahun lalu. Pemerintah tak mungkin melarang penggunaan sepeda motor untuk mudik, tetapi setidaknya dapat melindungi pemudik pulang ke keluarga dengan selamat.