Saat Pelayaran Abaikan Keselamatan
Tiang kayu Kapal Motor Sinar Bangun berderik keras saat berupaya melawan angin kencang dan ombak tinggi di perairan Danau Toba, Sumatera Utara, Senin (18/6/2018) petang. Penumpang yang berdesakan di kursi dan lantai dek satu hingga dek tiga mulai gusar. Suara musik kapal yang dihidupkan keras-keras tak bisa menyembunyikan ketakutan penumpang.
Naas pun tiba saat sebuah ombak besar menghantam sisi kiri lambung kapal. Kapal oleng ke kiri dan ke kanan beberapa kali lalu terbalik. Penumpang yang berada di dek ketiga melompat ke danau. Sementara, sebagian besar penumpang di dek satu dan dua terjebak di dalam kapal.
Toni Susanto (30), warga Kotapinang, Kabupaten Labuhanbatu Selatan, Sumatera Utara, menuturkan, penumpang tampak sangat panik mendengar suara derik tiang kapal. ”Suasana semakin menakutkan karena saat itu langit mendung hitam, angin kencang, gelombang tinggi, dan gerimis. Bayangan bahaya dan kematian langsung terlintas dalam benak. Kami begitu ketakutan,” kata Toni, satu dari 18 penumpang yang selamat.
Toni duduk di dek tingkat kedua bersama delapan temannya yang lain. Sejauh ini baru dua dari mereka berdelapan yang telah ditemukan selamat, yakni Toni dan Riko Saputra (26). Enam lainnya masih hilang. Toni bersama sejumlah penumpang yang selamat ditemui Kompas di Pelabuhan Tigaras, Kabupaten Simalungun, dan di Puskesmas Simarmata, Kabupaten Samosir, Selasa (19/6/2018). Selain 18 penumpang yang ditemukan selamat, ada juga satu penumpang ditemukan tewas. Kapal itu tidak memiliki manifest penumpang sehingga tidak diketahui berapa banyak penumpang yang diangkut. Hingga Selasa petang, sekitar 200 orang dilaporkan hilang oleh keluarganya.
Sempat ragu
Toni mengaku, dia dan delapan temannya sebetulnya sempat ragu menaiki kapal itu saat melihat banyaknya sepeda motor. Penumpang tampak berdesakan di dek, haluan, buritan, hingga di tangga kapal. Namun, mereka tetap naik ke kapal karena takut tidak dapat kapal. Apalagi sore itu merupakan kapal terakhir yang berlayar dari Pelabuhan Simanindo (Samosir) menuju Tigas Ras (Simalungun).
”Perkiraan saya, paling tidak ada 50 sepeda motor yang diangkut kapal itu. Sepeda motor dibariskan di teras kiri dan kanan, haluan, buritan, dan di ruangan dek satu sehingga penumpang sulit bergerak,” papar Toni.
Seorang penumpang sempat memegangi jaket pelampung di kapal. Namun, kernet kapal menertawakan tindakan penumpang itu dan mengatakan kapal goyang itu hal biasa.
Setelah KM Sinar Bangun mulai miring, ungkap Toni, sejumlah penumpang sempat naik ke dek atas untuk mencari posisi yang aman guna menyelamatkan diri. Namun, badan kapal semakin miring sehingga sebagian penumpang kembali ke dek dua dan melompat keluar. Apalagi, badan kapal pun terbalik dan tenggelam.
Toni dan Riko sempat terbawa arus air danau akibat kapal tenggelam. Namun, mereka berusaha sekuat tenaga agar bisa naik ke permukaan. ”Kami beruntung setelah di permukaan danau mendapat dua helm yang bisa jadi pelampung. Meskipun helm itu sebenarnya tidak cukup kuat menahan tubuh kami. Sesekali kami tenggelam beberapa meter lalu kami mengayuhkan kaki agar bisa muncul ke permukaan,” katanya.
Sekitar 15 menit setelah kapal tenggelam, kata Riko, datang satu kapal feri mendekat ke lokasi tenggelamnya kapal. Mereka sempat tenang melihat kedatangan feri itu, tetapi feri itu tidak berani mendekati mereka dan hanya mengangkut beberapa orang. Namun, petugas feri melemparkan beberapa jaket pelampung ke arah mereka.
Riko mengatakan, di tengah kekalutan para korban, semuanya tampak saling berebut pelampung. ”Kami melihat korban saling berebut helm dan pelampung sampai ada yang saling memukul dan tarik-menarik. Melihat kejadian itu, kami menjauh dari kerumunan korban,” ujarnya.
Insiden tarik-menarik pelampung itu juga dialami Suhendra (22) dan Hafni Sinaga (20), korban selamat lainnya. Kedua warga Kota Pematang Siantar ini beruntung mendapat satu pelampung dari kapal. ”Begitu mendapatnya, kami menggapit pelampung itu kuat-kuat dengan tangan. Namun, korban lainnya mencoba menarik pakaian saya kuat-kuat hingga koyak dan terlepas. Namun, kami berhasil mempertahankan pelampung itu,” kata Hafni.
Menurut Hafni, mereka diselamatkan kapal kayu KM Sinta Damai setelah lebih kurang satu jam mengapung di danau. Suara di permukaan danau yang sebelumnya riuh oleh teriakan korban perlahan-lahan menjadi sepi. Suasana itu sempat membuat mereka ketakutan karena terombang-ambing di tengah ombak tinggi dan angin kencang.
Dua kapal feri yang sebelumnya singgah tidak berani menolong mereka karena terlalu jauh dari alur pelayarannya. Harapan mereka muncul saat KM Sinta Damai datang mendekati mereka. Petugas di atas kapal melemparkan tali lalu menarik mereka. Kapal itu juga yang menyelamatkan Suhendra, Toni, Riko, dan 11 penumpang lainnya.
Korban hilang
Isak tangis keluarga korban tak berhenti di Pelabuhan Tigaras pada Selasa. Mereka menangisi nasib keluarganya yang belum ditemukan. ”Abang saya bersama istri dan anak semata wayangnya hari Senin pagi pamit untuk berwisata ke Samosir. Sore hari saat menonton televisi, ada berita kapal tenggelam di Danau Toba. Saya mulai panik. Saya telepon ke seluler mereka berdua tidak aktif,” ungkap Nurhayati, warga Kota Pematang Siantar.
Nurhayati mengatakan, abangnya, Yudi Syamsudin (30), adalah karyawan swasta di Riau. Ia sedang mudik Lebaran ke Pematang Siantar bersama istrinya, Sri Wahyuni (23), dan anak mereka, Adli Pratama (2,5).
”Awalnya mereka ingin berlibur ke Berastagi, Karo. Entah kenapa mereka berubah pikiran liburan ke Samosir,” jelasnya.
Hingga Selasa malam nasib penumpang yang hilang belum jelas.