SURABAYA, KOMPAS Peran komite sekolah perlu lebih diperluas, mulai dari perencanaan hingga mengaudit pengelolaan dana pendidikan. Selama ini komite sekolah belum berfungsi maksimal. Bahkan komite sekolah cenderung tidak mengecek pengelolaan dana, termasuk pelayanan yang diberikan sekolah kepada anak didik.
Untuk itu, menurut Ketua Dewan Pendidikan Jatim Prof Akhmad Muzakki di Surabaya, Rabu (20/6/2018), peran komite sekolah perlu ditingkatkan agar pengelola pendidikan tak mudah mengeluhkan kekurangan dana lalu mengajukan kenaikan SPP. Bahkan, dengan berdalih kekurangan sehingga menaikkan biaya SPP. Itu juga terjadi di sekolah negeri.
”Ini yang dilakukan terhadap SPP SMA/SMK negeri di Jatim. Usulan kenaikan datang dari sekolah. Padahal SPP belum naik saja, banyak wali murid mengeluh kesulitan membiayai sekolah anaknya,” ujar Muzakki.
Rencana kenaikan SPP SMA/SMK negeri di Jatim dibenarkan Kepala Dinas Pendidikan Jatim Saiful Rahman. Menurut dia, banyak sekolah mengajukan kenaikan SPP. Berdasarkan surat edaran Gubernur Jatim No 120/71/101/2017 tentang SPP SMA dan SMK 2017, SPP tidak sama di setiap daerah, tapi disesuaikan dengan kemampuan uang daerah.
Terkait terbitnya surat edaran itu, ada sekolah yang semula SPP tinggi justru turun drastis. Untuk itu, perlu penyesuaian sehingga kemungkinan nominal SPP SMA/SMK negeri naik mulai tahun ajaran baru.
Pemprov harus adil
Terkait rencana kenaikan SPP bagi SMA/SMK negeri di Provinsi Jatim, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengkhawatirkan semakin banyak siswa putus sekolah. Sejak pengelolaan SMA/SMK di tangan Pemprov Jatim, Januari 2017, sampai hari ini tidak kurang dari 10 surat permohonan bantuan biaya pendidikan diajukan ke Pemkot Surabaya.
”Mereka tetap meminta bantuan ke pemkot karena ketika SMA/SMK dikelola Kota Surabaya, biaya pendidikan SD hingga SMA/SMK gratis. Uang SPP untuk SMA/SMK di Surabaya dipatok Rp 135.000 per bulan, tapi masih ada beban lain, seperti uang praktikum dan membeli peralatan sekolah.
Untuk itu, Risma meminta Pemprov Jatim agar adil terkait biaya pendidikan SMA/SMK. ”Surabaya menerapkan kebijakan sekolah gratis, terutama negeri, karena banyak warga tidak mampu membayar biaya pendidikan. Jangankan untuk sekolah, makan sehari-hari saja masih susah,” ujarnya.
Sejak SMA/SMK dikelola pemprov, banyak pelajar yang memiliki kecerdasan cukup baik tak bisa sekolah karena terkendala mahalnya biaya pendidikan. Melihat kondisi ini, Risma berupaya biaya pendidikan SMA/SMK digratiskan, salah satunya dengan mengumpulkan uang dari masjid. ”Tapi semua ada batasannya. Kalau naik lagi, kan, makin berat. Apalagi ada uang pembangunan saat anak-anak diterima di satu sekolah, mereka dapat uang dari mana,” ujarnya.