YOGYAKARTA, KOMPAS – Menjelang penerimaan peserta didik baru SMA/SMK di Daerah Istimewa Yogyakarta, pemerintah daerah diminta mengantisipasi sejumlah potensi masalah. Beberapa persoalan yang mungkin timbul adalah akurasi data terkait sistem zonasi, pemenuhan kuota untuk siswa tidak mampu, serta munculnya pungutan liar.
“Kalau melihat pengalaman tahun lalu, ada sejumlah potensi masalah yang harus diantisipasi,” kata Kepala Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan DIY, Budhi Masthuri, seusai penandatanganan Komitmen Bersama Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Bersih dan Bebas Maladministrasi, Jumat (22/6/2018), di Yogyakarta.
PPDB untuk SMA/SMK di DIY akan berlangsung pada 3-5 Juli 2018. Berdasarkan data Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Dikpora) DIY, PPDB akan diikuti 115 SMA/SMK Negeri di DIY dengan total daya tampung 27.808 siswa. Jumlah itu terdiri dari 69 SMA Negeri dengan daya tampung 12.608 siswa dan 46 SMK Negeri dengan daya tampung 15.200 siswa.
Budhi menjelaskan, salah satu potensi masalah yang mungkin timbul dalam pelaksanaan PPDB adalah akurasi data terkait sistem zonasi dalam pelaksanaan PPDB. Pelaksanaan PPDB SMA/SMK di DIY tahun ini memang memakai sistem zonasi, yakni mempertimbangkan domisili orangtua calon peserta didik baru. Agar sistem itu bisa dilaksanakan dengan baik, dibutuhkan data valid tentang domisili calon peserta didik baru yang dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang sah.
Selain itu, Budhi menuturkan, potensi masalah lainnya adalah pemenuhan kuota peserta didik dari keluarga tidak mampu. Berdasarkan Peraturan Gubernur DIY Nomor 7 Tahun 2018 tentang Pedoman PPDB, SMA dan SMK Negeri di DIY wajib menerima siswa dari keluarga tidak mampu dengan jumlah paling sedikit 20 persen dari total peserta didik yang diterima.
Menurut Budhi, pada tahun lalu, ada SMA favorit yang justru kesulitan memenuhi kuota 20 persen untuk siswa dari keluarga tidak mampu. Hal ini terjadi karena jumlah siswa dari keluarga tidak mampu yang mendaftar ternyata lebih sedikit daripada kuota yang tersedia. “Tahun lalu, di beberapa sekolah favorit, kuota untuk siswa tidak mampu ini tidak terisi penuh. Nah ini bagaimana solusinya,” ujarnya.
Budhi menuturkan, kemungkinan munculnya pungutan liar dalam pelaksanaan PPDB juga harus diantisipasi. Hal ini karena dari tahun ke tahun, masalah pungutan liar kerap muncul dalam pelaksanaan PPDB. “Sesuai dengan regulasi yang ada, pungutan itu ada yang dibolehkan, tetapi ada yang tidak dibolehkan. Potensi munculnya pungutan liar ini selalu ada,” katanya.
Selama pelaksanaan PPDB, Budhi berharap, Dikpora DIY dan dinas pendidikan di lima kabupaten/kota di DIY bisa bekerja sama dengan ORI Perwakilan DIY untuk menyelesaikan pengaduan dari masyarakat. Sebab, berdasarkan pengalaman tahun-tahun sebelumnya, banyak warga yang mengadu ke ORI Perwakilan DIY terkait masalah yang muncul dalam PPDB.
“Koordinasi penyelesaian persoalan itu sangat penting agar persoalan bisa diselesaikan dengan cepat. Harapan kami, begitu pelaksanaan PPDB selesai, semua persoalan juga sudah selesai,” ungkap Budhi.
Kepala Dinas Dikpora DIY Baskara Aji mengatakan, PPDB SMA/SMK di DIY tahun ini menggunakan sistem zonasi berbasis jarak rumah siswa ke sekolah. Dalam sistem itu, Dinas Dikpora DIY menetapkan desa atau kelurahan yang masuk dalam zona 1 atau berjarak paling dekat dengan setiap sekolah. Siswa dari zona 1 inilah yang akan diprioritaskan untuk diterima.
Baskara menuturkan, sistem zonasi tahun ini berbeda dengan PPDB tahun lalu yang menggunakan sistem zonasi berbasis wilayah administratif kabupaten/kota. Dia menambahkan, Dinas Dikpora DIY telah mensosialisasikan regulasi baru terkait PPDB tahun ini. “Kami juga siap menyelesaikan pengaduan dari masyarakat terkait PPDB dengan sebaik-baiknya,” ujarnya.
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.