MATARAM, KOMPAS — Kasus stunting atau bayi di bawah usia lima tahun yang bertubuh pendek masih menjadi ancaman Pemerintah Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat. Apabila stunting tidak ditangani, pemerintah dan masyarakat Lombok Barat tidak bisa meraih bonus demografi tahun 2030.
”Persoalan kesehatan adalah tugas pemerintah dan semua pihak untuk mengatasinya. Saya harap pemerintah desa pun menyisihkan alokasi dana desa dari APBD kita membantu penanganan kesehatan,” ujar Bupati Lombok Barat Fauzan Khalid dalam launching Tiga Jurus Selamatkan Generasi Lombok Barat, Senin (25/6/2018), di Desa Giri Menang, pusat pemerintahan Kabupaten Lombok Barat.
Dalam acara yang dihadiri bidan, perawat, ahli gizi, kader posyandu, tokoh agama, dan masyaarakat, Kepala Dinas Kesehatan Lombok Barat Rahman Sahnan Putra mengatakan, untuk penanggulangan stunting dilakukan dengan intervensi spesifik berupa penanganan teknis kesehatan dan pengobatan, yang kontribusinya baru 30 persen.
Sementara melalui intervensi sensitif berupa jaminan ketersediaan pangan, perbaikan sanitasi, air bersih, dan keamanan pangan, kontribusinya sebesar 70 persen terhadap penanggulangan stunting. ”Artinya, ini membutuhkan kesadaran dan aksi seluruh pihak,” ujar Rahman.
Sebelumnya, dr Nurhandini Eka Dewi SpA, staf ahli Gubernur Nusa Tenggara Barat Bidang Sosial Kemasyarakatan, mengatakan, stunting, termasuk kurang gizi, menjadi persoalan kabupaten-kota di NTB sekaligus muara dari persoalan sosial seperti kemiskinan, rendahnya pendidikan, pola asuh, pernikahan dini, dan penyakit bawaan bayi sejak lahir.
Pejabat Sementara Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Barat, Marjito, mengatakan, dari program pemantauan status gizi (PSG), prevalensi kurang gizi di NTB naik, dari 20,2 persen tahun 2016 menjadi 22,6 persen tahun 2017, atau kurang dari target semula sebesar 15,5 persen. Prevalensi kurang gizi tertinggi terdapat di Kabupaten Dompu sebesar 33 persen dan terendah di Lombok Barat sebesar 19,1 persen.
Menurut Marjito, stunting masih tinggi di Provinsi NTB. Merujuk PSG tahun 2017, prevalensi stunting di NTB sebesar 37,2 persen atau lebih tinggi dari rata-rata nasional, yaitu 29,9 persen. Prevalensi stunting tertinggi di Kabupaten Sumbawa 41,9 persen dan terendah di Kabupaten Sumbawa Barat sebesar 32 persen.
Idealnya, panjang badan bayi usia 12 bulan 71-80,5 cm, sedangkan di bawah itu dikategorikan stunting. Tahun 2018, Pemprov NTB memiliki daerah dengan angka stunting cukup tinggi. Di NTB ada 60 desa dari enam kabupaten-kota yang menjadi prioritas penekanan jumlah stunting.
Rahman mengatakan, kompleksitas persoalan bidang kesehatan menuntut kerja keras lintas sektor menurunkan angka stunting. Di Lombok Barat, misalnya, selain melalui program intervensi, juga ditempuh dengan membangun sistem informasi seperti e-Puskesmas, e-Pustu, dan e-Posyandu, guna memperkuat aspek pelayanan, terutama pada seribu hari pertama kehidupan.
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.